Tengah berngi Simbages

Kamis, 27 Oktober 2011

KALAK KARO

Karo, Merupakan salah satu sub-sukubangsa Batak yang bermukim di dataran tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, dan Dairi. Sebagian besar orang Karo masih tinggal di desa-desa (kuta), yang juga merupakan kesatuan teritorial yang dihuni oleh beberapa klen (merga) yang berbeda. Dalam sebuah kua terdapat dua atau lebih deretan rumah adat. Sebuah rumah adat biasanya dihuni oleh 4 – 8 keluarga batih (jabu), yang terikat hubungan kekerabatan secara patrilineal. Jabu merupakan organisasi sosial dan ekonomi terpenting pada masyarakat karo. Matapencaharian utama orang Karo adalah bercocok tanam di sawah, sedangkan sistem perladangan yang pernah dijalankan sudah hampir hilang sama sekali. Peternakan juga dilakukan masyarakat, terutama pemeliharaan kerbau dan babi. Kerbau diperlukan untuk membajak sawah, sedangkan babi selain untuk dikonsumsi juga di manfaatkan dalam pesta adat. Dalam kehidupan orang Karo, hubungan kekerabatan menjadi unsur terpenting yang berkaitan dengan semua aspek kehidupan. Hubungan kekerabatan dihitung menurut garis laki-laki (patrilineal). Kelompok kekerabatan yang terkecil disebut jabu, yang juga digunakan untuk menyebut keluarga luas virilokal. Sedangkan kelompok kekerabatan yang tersebar adalah merga atau klen. Orang Karo mengenal lima klen besar, yaitu Ginting, Karo-karo, Perangin-angin, Sembiring, dan Tarigan. Hubungan di antara kelompok-kelompok kekerabatan didasarkan atau suatu prinsip yang disebut sangkep sitelu (tiga yang utuh). Prinsip ini menyangkut tiga kelompok kerabat, yaitu kelompok kerabat sendiri (senina), kelompok pemberi gadis (Kalimbubu), dan kelompok penerima gadis (Anak beru). Kelompok pemberi gadis selalu lebih tinggi kedudukannya dari pada kelompok penerima gadis Perkawinan pada masyarakat Karo bersifat eksogami merge, dalam arti pertukaran wanita tidak terjadi secara timbal balik antara dua kelompok kerabat saja. Dalam kenyataannya kelompok kekerabatan yang benar-benar melakukan perkawinan exogami adalah kelompok kerabat sada nina. Orang karo mengenal pula adat perkawinan lakoman, yaitu perkawinan antara seorang janda dengan saudara laki-laki almarhum suaminya; dan perkawinan gancibahu, yaitu perkawinan antara seorang duda dengan saudara perempuan almarhum istrinya. Di tanah Karo, dan tanah Batak pada umumnya, sekalipun agama Islam, Kristen Protestan dan Katholik telah masuk, agama asli yang disebut perbegu tetap besar pengaruhnya. Bahkan orang Karo yang menganut agama asli ini lebih banyak daripada yang menganut agama-agama besar tersebut. Bentuk religi yang dijalankan adalah pemujaan terhadap roh kerabat yang telah meninggal. Orang Karo mengenal beberapa roh pelindung, antara lain : Mate sada wari, yaitu roh kerabat yang mati mendadak karena kecelakaan, terbunuh, dan sebagainya ; serta Batara Guru, yaitu roh bayi yang meninggal sebelum tumbuh giginya. Dalam sistem religi dilakukan serangkaian upacara adat yang dipimpin oleh seorang dukun wanita disebut Guru si baso

Tidak ada komentar: