Tengah berngi Simbages

Rabu, 22 Juni 2011

MAKALAH BAHASA INDONESIA PEMAKAIAN TANDA BACA

KATA PENGANTAR

Kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah swt. Yang maha Pengasih lagi maha penyayang berkat rahamt, hidayah, serta inayah Allah swt penulis dapat menyelesaikan makalah Bahasa Indonesia yang berjudul pengajaran menulis fiksi di sekolah dasar
Makalah bahasa Indonesia ini disusun dengna harapan dapat menjadi pelengkap bagi siswa mahasiswa dan calon guru sekolah dasar dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang sesuai dengan metode yang terus dikembangkan oleh pemerintah saat ini.
Penulis mengucapakan terima kasih kepada rektor IKIP Mataram, ketua jurusan dan dosen bahsa Indonesia Drs. H. Nasaruddin M Ali yang telah penulis dalam menyusun makalah Bahasa Indoensia ini
Penulis menyadari bahw penyusunan makalah ini masih perlu penyempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga keberadan makalah ini bermanfaat.

Praya, … Juli 2010


http://skripsi-ciwon.weebly.com



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 1
1.4 Manfaat 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Bahasa Pembelajaran Menulis fiksi 2
1.1 Bahan Pembelajaran Menulis Fiksi 2
1.2 Prinsip-prinsip pembelajaran menulis fiksi 4
1.3 Contoh fiksi anak-anak 7
B. Model-model pembelajaran menulis fiksi 10
1.1 Model-model pembelajaran menulis puisi 11
1.2 Model-model pembelajaran menulis cerpen 17
1.3 Model-model pembelajaran menulis drama 21
BAB III PENUTUP 25
3.1 Kesimpulan 25
3.2 Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 26


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Menulis fiksi pada hakekatnya menulis kreatif, yaitu menulis dengan maksud untuk mengungkapkan perasaan atau emosi, misalnya menulis puisi, cerpen dan drama.
Pembelajaran menulis fiksi perlu mendapatkan perhatian dari para guru SD karena mempunyai peran penting dalam mebantu siswa mengembangkan daya khayal dan kecerdasaran emosionalnya. Perkembangan kecerdasaran intelektual harus di barengi dengan perkembangan kecerdasan emosionalnya agar kelak mereka tidak hanya menjadi manusia yang cerdas otaknya saja melainkan juga menjadi manusia yang arip bijaksana.

1.2 Rumusan Masalah
A. Apa sajakah bahan pembelajaran menulis fiksi?
B. Bagaimankah prinsip-prinsip pembelajaran menulis fiksi
C. Sebutkan contoh fiksi anak-anak?
D. Apa sajakah model-model pembelajaran menulis puisi, cerpen dan drama?

1.3 Tujuan
Setelah mempelajari makalah ini, di harapkan dapat :
1. Memilih bahan pembelajaran menulis fiksi yang meliputi puisi, cerpen dan drama
2. Membuat model-model pembelajaran menuolis puisi, cerpen dan drama

1.4 Manfaat
Setelah mempelajarai makalah ini pembaca akan mengetahui apa itu menulis fiksi dan apa saja macam-macam tulisan fiksi itu.

BAB II

A. BAHAN PEMBELAJARAN MENULIS FIKSI
Menulis fiksi pada hakikantya menulis kreatif, yaitu menulis dengan maksud untuk mengungkapkan perasaan atau emosi, misalnya menulis pusi, cerpen, dan drama. Dengan dilaksanakannya pembelajaran menulis fiksi di kelas 3 – 6 SD diharapkan siswa mampu mengungkapkan daya emosionla yang sesuai dengan lingkungan budaya tempat mereka hidup.
Sesuai dengan tujuan dan pembelajaran yang tercantum dalam GBPP Bahasa Indonesia SD dari kurikulum Pendidikan Dasar tahun 1994, menulis kreatif yang akan dibahas dalam kegiatan belajar ini terbatas pada menulis puisi, cerpen, dan drama untuk kelas 3 – 6 SD. Pembahasanannya pun akan dibatasi pada bagiaman cara mengembnagkan bahan dan prinsip-prinsip yang melandasi pembelajarannya.

1.1 Bahan Pembelajaran Menulis Fiksi
Banyak ragam puisi, cerpen dan drama yang kita kenal. Tetapi puisi, sastra yang sederhana, yang dapat dijadikan sebagai wadah pengungkapan perasaan atau emosi siswa SD yang bisa disebut puisi, cerpen, dan drama anak-anak. Dinamakan puisi cerpen dan drama anak-anak, karena bentuk-bentuk tulisan itu memiliki ciri-ciri khusus, yaitu bentuknya sederhana, kalimat-kalimatnya lugas dan pendek-pendek, isinya tidak berbelit-belit dan mudah ditangkap. Drama yang ditulis anak-anak berupa dialog sederhana sesuai dengan apa yang merka lakukan dalam kesehariannya.
Bahan pembelajraan menulis fiksi untuk kelas 3 – 6 SD diperoleh dengan cara mengkaji GBPP itu sebagai berikut.
1. Menginventarisasikan tujuan umum yang sesuai untuk pembelajran menulis fiksi dari program pengajaran setiap kelas.
2. Memilih pembelajaran yang sesuai dengan tujuan umum itu dari setiap caturwulan ;
3. Menentukan bahan pembelajaran yang akan dikembangkan dari pembelajaran tersebut di atas
Hasil pengkajian yang diperoleh dituangkan ke dalam bentuktabel sehingga mempermudah anda ketika membuat rencana pengajaran yang akan anda laksanakan. Model pengembangan bahan pembelajaran menulis fiksi berikut ini kiranya dapat anda gunkana sebagai acuan pada waktu anda mengembangkan bahan pembelajaran menulis fiksi untuk kelas tertentu.
Kls Tujuan Pembelajaran Bahan Pembelajaran menulis
1 2 3 4
3





4







5










6 Siswa mampu menulis cerita berdasarkan pengalaman sehari-hari

Siswa mampu membuat karangan / cerita berdsarkan pengalaman atau informasi dari bacaan

Siswa mampu menulis karangan secara runtut








Siswa mampu menyusun karangan dalam berbagai bentuk 1. Menjawab atau membuat teka-teki
2. Bermain peran
3. Melengkapi cerita dengan urutan yang logis dan bermakna

1. Melengkapi cerita
2. Menggunakan gambar seri untuk menuliskan cerita

1. Mengurutkan gambar seri yang diacak dan membuat ceritanya
2. Menuliskan pengalaman dalam bentuk puisi kemudian membacakannya
3. Menulis cerita
4. Menulis untuk majalah dinding
5. Membuat pantun dengan isi yang menyangkut kehidupan anak
6. Menyusun cerita bersama-sama
1. Melengkapi bagian awal, tengah atau akhir cerita
2. Mementaskan naskah drama Pantun

Drama
Cerpen/drama



Cerpen/drama
Cerpen/drama


Cerpen/drama


Puisi


Cerpen/drama
Puisi/cerpen/drama

Pantun


Cerpen/drama

Cerpen

Drama

Masih banyak lgi pembelajaran dan bahan pembelajaran menulis fiksi yang dpat Anda kembangkan sendiri. Hal itu dimungkinkan sebab pembelajaran aspek penggunaan dan pemahaman bahsa secara terpadu dapat dimulai dari mana saja, baik secara ekspresif maupun secara reseptif. Dengan demikian maka alur pembelajarannya mempunyai banyak variasil, misalnya :
1. Mendengarkan  menulis  berdiskusi
2. Mendengarkan  bercakap-cakap  menulis
3. Bercakap  menulis  membaca
4. Membaca  berdiskusi  memerankan
5. Menulis  melaporkan  membahas
Masih banyak lagi variasi yang dapat ada buat sendiri
Dengan memperhatikan alur di atas, pembelajaran menulis fiksi dapat diawali dengan mendegarkan cerita yang dibacakan guru, membaca cerita, bercakap-cakap, dan sebagainya. Dapat pula pembelajaran menulis fiksi diteruskan dengan mendengarkan pembacaan hasil karangan siswa, membicarakan atau menganalisis isi atau bahasanya, dan sebagainya.

1.2 Prinsip-prinsip Pembelajaran Menulis Fiksi
Prinsip-prinsip pembelajaran menulis fiksi harus diketahui guru agar dalam mengelola pembelajranya dapat berlangsung dengan baik sehingga siswa dapat belajar dengan penuh makna. Kebermaknaan belajar menulis fiksi bagi siswa merupakan modal dasar untuk menumbuhkembangkan sikap positifnya terhadap bahasa Indonesia sebagai bahsa nasional. Sikap seperti itu akan menubuhkan rasa bangga pada diri siswa terhadap bahsa persatuan dan kesatuan kita
Prinsip-prinsip pembelajaran menulis fiksi antara lain sebagai berikut
1. Tujuan
Pembelajaran menulis fiksi harus memiliki tujuan yang jelas. Kejelasan tujuan memungkinkan terciptanya suasana belajar yang menyengankan sehingga siswa dapat belajar secara otpimal dan terarah
Contoh :
Pak Yoto, guru kelas 4 SD Tanjung 3 akan melaksanakan pembelajaran menulis cerpen di kelasnya. Salah satu tujuan khusus pembelajran yang telah dirumuskannya seperti berikut : Setelah membaca cerpen, siswa kelas 4 SD dapat mengembngkan cerpen itu sesuai dengan rambu-rambu yang ditentukan oleh guru. Sebelum kegiatan dimulai, Pak Yoto memberitahukan bahwa pada jama pelajaran Bahasa Indonesia hari itussiswa akan diminta melengkapi atau mengembangkan sebuah cerpen yang tertulis di papan tulis. Setelah membaca, siswa diminta melanjutkan cerpen itu secara tertulis berdasarkan rambu-rambu yang telah ditulis Pak Guru di bagian bawah cerpen itu.
Dari cotoh di atas tampak bahwa seblum pembelajaran dimulai, guru terlebih dahulu menginformasikan kepada siswa tujuan yang ingin dicapai dari pembelajran itu dan bagiamana cara mencapainya

2. Pemilihan Bahasa
Bahsa pembelajaran menulis fiksi yang dipilih dan dikembangkan harus sesuai dengan karakteristik siswa. Adanya kesesuaian antara bahan pembelajaran menulis fiksi dengan karakteristik siswa, yang berkaitan dengan perkembangan jiwa dan kemampuan bahasanya seperti lingkungan hidupnya, merupakan kriteria yang harus digunakan sebagai pertimbangan guru pada waktu memilih dan mengembangkan bahan pembelajaran menulis fiksi. Dengan bahan yang sesuai siswa akan merasa senang belajar shingga mereka dapat memperoleh hasil belajar yang optimal. Tidak dapat dimungkiri bahwa anak berusia 6-9 tahu n(kelas 1-3 SD) sangat menykai cerita-cerita sederhana dari kehidupan sehari-hari, terutama yang lucu-lucu dan dongeng binatang anak beusia 9-12 tahun (kelas 4-6 SD) lebih menyukai cerita-cerita yang menggambarkan pahit manisnya hidup kekeluargaan yang dilukiskan secara lebih realistis, cerita-cerita fantasi (science fiction) dan cerita-cerita petualangan.
Selain memenuhi syarat kesesuaian dengan perkembangan jiwa, pemilihan dan pengembangan bahan pembelajaran menulis fiksi juga harus disesuaikan dengan kemampuan berbahsa anak. Kemampuan siswa SD dalam menggunakan bahsa sebagai sarana untuk mengungkapkan perasaannya masih terbatas. Penggunaan kata-kata yang telah mereka kenal dari lingkup hidupnya sehari-hari dan susunan kalimat yang mereka buat pendek-pendek.
Agar pembelajaran menulis fiksi dapat dilaksanakan secara terpadu dengan pembelajaran keterampilan berbahsa dan aspek-aspek kebahsaan lainnya, guru harus dapat memilih tema yang tepat sebagai alat pengaitnya. Dengan tema yang tepat alur pembelajarannya akan berlangsung dengan lancar. Perpindahan dari sekuen kegiatan yang satu ke sekuen kegiatan berikutnya tidak akan tersendat-sendat.
3. Penilaian
Penilaian dalam pembelajaran menulis fiksi bertujuan untuk memotivasi,bukan untuk menghakimi siswa. Penilaian terhadap karangna siswa sebaiknya berupa komentar untuk kekurangna dan pujian untuk kelebihan yang terdapat dalam karangan itu yang ditulis guru pada kertas pekerjaan siswa. Karangan yang sudah diperiksa, diberi komentar atau pujian dipasang di papan pajangan kelas. Siswa akan merasa bangga sebab di samping mendapat pujian, teman-teman lainnya ikut membaca karangannya. Sedangkan pengarang yang mendapat komentar terpacu semangatnya untuk memperbaiki diri sebab ia malu bial pada kesempatan berikutnya masih membuat kesalahan-kesalahan dalam karangannya. Persaingan dalam belajar yang sportif dan positif, dengan demikian, akan selalu terjadi antar siswa dalam kelas. Iklim belajar seperti inilah yang mampu membuat kelas menjadi hidup.
Anda dapat membayangkan, apa yang mungkin terjadi jika setiap kesalah yang terdapat dalam karangan siswa dicoret-coret tanpa komentar. Apapun dang langsung diberi nilai dengna angka. Tentu siswa tidak pernah tahu akan kekurangan atau kesalah dan kelebihannya. Akibatnya ia menganggap belajr menulis fiksi itu hanyalah sekeder tugas yang dibebankan oleh guru pada dirinya. Bagi siswa seperti ini, mengarang atau menulis merupakan pelajaran yang sangat membosankan

1.3 Contoh Fiksi Anak-anak
Agar pembelajaran menulis fiski menantang kreativitas siswa, guru perlu memiliki gambar yang jelas tentang apa dan bagiaman wujud pusi, cerpen, dan drama yang sekiranya sesuai untuk siswa SD.
Cermatilah contoh-contoh berikut ini!
1. Puisi
a. Pantun
Elok rupanya kumbang janti,
Dibawa itik pulang petang
Tidak berkata besar hati,
Melihat ibu sudah datang

Rawamangun jalan berliku,
Penuh onak makanan badak
Gelak tersenym rupa kakekku,
Melihat nenek duduk berbedak

Buah semangka buah duku
Buah belimbing manis rasanya
Binatang apa, wahai, temanku
Siang tidur, malam berkelana?

Gedang gendut
Tali kecapi.
Kenyang perut
Senanglah hati.

b. Puisi bebas
GIRILANGAN
Kulangkahakan kaki ini
Menyusuri jalan yang sepi
Menuju girilangan yang indah
Kau tampak asri dengan pohon-pohon

Bukit yang indah
Penuh dengna tubuhan yang subur
Membaut aku tambah cinta akan alam
Dan menyukuri keagungan tuhan

Oleh : R. Nyrtutiji /wubdy Jybtiri
SD Jkinoij, Banjarnegara
(Si Kuncung, Nomor 20, tahun 1986)

2. Cerpen
SEPATU BOLA
Aku senang seklai main bola. Tapi aku belum punya sepatu bola. Aku takut minta kepada Ayah. Aku tak ingin merepotkannya.
Pada suatu hari pak guru menyuruh murid-murid menggambar. Gambarnya boleh bebas. Aku menggambar sepatu bola. Di bawahnya kutulis “Aku ingin sepatu bola”
Setelah dinilaigambar itu, aku pulang. Besoknya, ketika aku pulang sekolah, di kamrku tampak sepasang sepatu bola. “Ah, punya siapa ini? Tanyaku dalam hati. Tiba-tiba ayah muncul di pintu sambilberkata, “Kau mengingikannya bukan?” Oh, kiranya ayah membaca gambarku kemarin malam.
Terima kasih ayah”. Ayah tersenym. Aku sangat gembira.


PERISTIWA

pada hari minggu saya bagun lebih pagi dari biasanya. ibu menyuruh saya mengantarkan barang dagangannya ke warung-warung. setelah mengantarkan dagangan ke warung Bu Saleh, saya hendak kewarung Bu Rakhamad. Ketika hampir sampai di warung Bu Rakhmat, saya meliaht seorang pengendara sepeda motor menabrak seorang anak. Pengendara sepeda motor itu tidak berhenti, sedangkan anak yang tertabrak tergeletak di jalan. Tanpa berpkir lagi saya segera meletakan dagangan dan berlari ke arah anak yang tergeletak itu.
Anak itu ternayta pingsan. Saya menjadi bingung. Untung ada sebuah mobil lewat. Saya segera menghentikannya. Saya ceritakan apa yang telah terjadi. Pemilik mobil itu berbaik hati. Anak itu segera dilarikan kerumah sakit. Saya pun diajaknya serta. Sepulang dari rumah sakit, hari sudah sore. Saya diantar mengambil barang dagangan dan segera pulang.
Semula ibu marah karena dagangan yang saya jajakan tidak habis terjual, padahal sore hari saya baru pulang. Tetapi akhirnya kemarahan ibu reda setelah saya menceritakan apa yang terjadi. Meskipun badan agak lelah, saya tetap membantu ibu membereskan pekerjaannya.

(Bahasa Indonesia 4 a Hlm. 13-14)

3. Drama
CUCI TANGAN DULU
Sinta, siswa kelas 3 SD, pulang dari sekolah. Andi, adiknya, siswa kelas 1 SD, sudah pulang duluan
SINTA : “ Assalamu’alaikum!”
IBU : “Wa’alaikum Salam”
SINTA : “Andi sudah pulang, Bu?”
IBU : “Sudah”
SINTA : (Berjalan meninggalkan ibunya, mencari adiknya di ruang makan). “Hai, belum ganti pakaian sudah mau makan. Ganti baju dan cuci tangan dulu, baru makan!”
ANDI : “Laper, Kak”.
SINTA : “Sama. Tapi, ayo ganti baju. Nati kotor. Besok mau dipakai lagi, kan”
ANDI : “Ya, deh. Tapi sama-sama, ayo” (lari kebelakang)
SINTA : “Ayo!” (lari mengikuti Andi)

MENYAPU HALAMAN
Suatu soer yang cerah. Budiman sedang asyik menyampu halaman depan rumahnya. Anton dan yusuf, temannya, datang
ANTON : “Wah, rajin benar teman kita yang satu ini. Berhenti sebentar, Budi!”
YUSUF : (Menimpali) “Nanti kalau terlalu bersih, besok tidak ada yang disampu lagi”
BUDIMAN : “Wah, jangan menyindir. Siapa lagi kalau bukan kita sendiri yang menjaga kebersihan? Bersih itu kan pangkal sehat”
ANTON : “Itu benar sekali. Tapi kan ada pembantu”.
YUSUF : (Menimpali) “kalau tinggal suruh dia, bud”
BUDIMAN : “Kita jangan selalu menggantungkan diri kepada pembantu. Kurang baik”
ANTON dan YUSUF : (menganggut-manggut)

B. Model-model Pembelajaran Menulis Fiksi
Sesuai dengan karakteristik siswa , pembelajaran menulis fiksi di kelas 3-6 SD masih mengikuti pola permainan. Para ahli, seprti Padgett, Georgia, Norton, Huck, dan Fairtax, Mengemukakan plla permainan dalam modle pembelajaran yang dicotohkannya. Serpti djoko Damono pun berpendpat bahwa menulis (mengarang) adalah bermain-main. Mereka tampkanya bersepakat bahwa menulis fiksi selayaknya menjadi bagian yang menyengangkan bagi anak-anak. Pembelajaran menulis fiksi, seperti yang dicatumkan dalam GBPP Bahasa Indonesia SD, mencakup penulisan puisi, cerpen dan drama. paparan tentang model-model pembelajran yang akan dilakukan berikuti ni pun akan dikaitkan dengan pembelajran ketiga jenis menulsi itu. Ada diharapkan dapat menentukan sendiri model yang sekiranya sesuai diterakan di kelas.
1.1 Model-model Pembelajaran Menulis Puisi
Model-model pembelajran menulis puisi yang disajikan ini merupkan cara-cara pembelajaran yang dapat diterapkan dalam mengajak para siswa mulai menulis puisi.
a. Menjadi Juru Hipnotis
Padgett mulai memikat peran siswanya dnegna cara bercerita tentang juru hipnotis sambil memerangakan beberapa jurusan hipnotis. Melalui contoh yang sederhana, ia mencoba menjelaskan bahwa seitap orang dapat menjadi juru hipnotis. Alat yang paling efektif untuk menghipnotis atau menguasi orang lain adalah kata. Ia mengatakan, “apakabila kalian dapat memilih kata yang tepat dan menyusun kalimat yang kena, kalian pun akan berhasil menguasi ornag lain”. Selanjutnya ia mengatkana bahwa kta yang tepat tidak berarti yang sudah didapat dan kalimat yang kena tidak sama dengan yang berbelit-belit.
Setelah melalui proeses yang hangat, yaitu beberapa orang siswa bercerita tentang pengalamannya menonton pertujukan hipnotis, akhirnya Padgett meninta supaya para siswa tenang. Ia akan menjelaskan sesuatu. Dengan sederhana dikatakannya bahwa menghipnotis orang itu boelh dikatakan sama dengan menulis puisi. “asal kalian berusha menyusun kata-kata yang tepat dan kaliamt yang kena, kalian pun akan dapat menghasilkan pusi yang memikat pembaca. Pungut beberapa kata yang bertebaran di sekeliling kita, susun dalam kalimat-kaliamt yang kena, jadikan sajak!” katanya. Kemudian ia meminta tiap siswa menulis sajak dalam waktu lima belas menit.
Dengan cara itu ternyata padgett berhasil mengajak para siswa menulis puisi. Setelah itu puisi-puisi cptaan siswa dibacakannya. Ia menujukkan perhatinnya kepada setiap sajak yang dibaca.
Dari ilustrasi di atas tampak bahwa pembelajaran menulis puisi berlangsung dengan santai, seperti sedang bermain-main. Sapardi Djoko Damono, seperti para ahli yang pendapatnya dikutip di atas, berpendapatbahwa bagian anak-anak, mengarang adalah bermain-main dan menulis puisi adalah kegiatan karang-mengarang yangsangat sederhana dan praktis. Mengarang juga termasuk permainan yang murah dan praktis. Mengarang dapat berlangsugn hanya dengna secaarik kertas dan pena. Oleh karena itu, kata sapardi Djoko Damono, “ Sekolah yang miskin pun akan mampu menyelenggarakannya”. (Sumardi, dkk., 1992).

b. Menulis Bersama
Menulis bersama dilaksanakan sebagai berikut.
a. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari dua orang.
b. Siswa pertama menulsikan judul dan baris pertama puisi.
Jumlah kata dalam setiap baris ditentukan terelbih dulu.
c. Kertas kerja siswa pertama diberikan kepada temannya.
d. Temannya membaca judul dan baris pertama puisi tadi, kemudian menulis baris kedua dengan jumlah kata yang sama, yang berhubungan dengan baris pertama itu.
e. Kertas diserahkan kembali kepada siswa pertama. Ia menulis baris ketiga, lalau menyerahkannya kembali kepada temannya itu. Bagitu seterusnya sampai sejumlah baris yang diinginkan selesai ditulis
f. Bacakan puisi di depan klas oleh salah seorang siswa dari kelompoknya.
Bagitulah menulis bersama itu berlangsung. Model pembelajaran seperti ini disebut juga “model pesta kata”. Penerapan model ini perlu ditunjang dengan suasana santai dan menyenangkan. Perlu diingat, sebelum siswa mulai menulis, perlu dinformasikan lebih dulu aturan-aturan yang harus diikuti.
c. Menulis Keinginan atau Harapan
Model penulisan puisi ini sangat mudah dilaksanakn sebab setiap siswa pasti memiliki keinginan atau harapan dalam hidupnya. Guru mengarahklan agar keinginan atau harapan siswa itu diungkapkan ke dalam puisi. Jika sudah selesai, siswa diminta untuk membcakannya di depan kelas. Berikan pujian untuk karya mereka. Pembicaraan dilakukan dengna hati-hati agar gairah menulis siswa tidak padam
d. Menulis Hal Aneh
Kegiatan pembelajaran modle ini mirip dengan model menuliskan keiginan atau harapan. bedanya, di dalam menuliskan hal aneh yang dibayangkan siswa adalah segala sesuatu yang aneh. dalam hal ini imajinasi siswa diperlukan. Guru perlu membantu mengembangkan imajinasi sswa misalnya sebagai berikut.
Anak-anak bagiaman kalau tipi ini (memperlihatkan sebuha topi) tiba-tiba menjadi besar dan dapat trbag? Nah, tulisakan yang kamu bayangkan itu dalam bentuk puisi. Kamu boelh saja membayangkan benda lain, bukan hanya topi saja. Benda itu tidak hanya dapt membesar, tetapi juga dapat berubah menjadi apa saja sesuai dengan keinginanmu.
Jika sudah selesai, bicarakan puisi mereka. Jangan lupa memberi pujian untuk karya mereka.
e. Menyusun nama sendiri
Merangsang menulis puisi dengancara ini akan mudah dan menyenangkan bagi siswa. Hal ini terjadi karena sumber tulsian sudah sangat mereka kenal, misalnya tentang diri sendiri, lingkungan atau keinginan mereka. Semua itu ditulis dengan menghadirkan nama siswa.
Ikutilah penjelasna guru berikut ini.
“anak-anak, kamu semua mempunyai nama, bukan? Dari namamu itu dapat ditulis sebuah puisi. Caranya susun kebawah huruf-hurf namamu. Setiap huruf jaikan kata, kemudian ikuti dengna kata lain. Tentukan judul yang sesuai. Perhatikan contohnya.
Guru menampilkan contoh berikut

Aku Ingin Berjasa
Aku anak desa
Namaku singkat sederhana
Ingin aku kelak dapat berjasa kepada negara

Seperti itulah puisi nama, anak-anak, kata pak guru. Siapa nama anak yang terdapat dalam pusi itu?
Ani, jawab seroang siswa
Ya benar, kata guru, “sekarang coba kamu baut pusisi seperti yang sudah Bapak contohkan
Bagitulah pembelajran menulis puisi nama itu berlangsung
f. Menyusun Puisi Abjad
Puisi abjad serupa dengan puisi nama. Abjad disusun ke bawah mulai dari A samap Z. tiap huruf merupakan awal baris atau larik puisi. tentu saja huruf yang diperlukan tidak harus samapi Z. hal itu bergantung kepada panjang pendeknya puisi yang disusun.
Contoh :
Aku Ining Jam
Aku ingin jam
Belikan aku sebuah jam
Cantik melinkar di tangaku
Dengan itu aku mengenal waktu

g. Mengamati Gambar
Model ini menggunaka nmedia gambar. Isi gambar dapat berupa apa saja : pemandangan, kegiatan (berkembah, bermain, bekerja, dan sebagainya), binatang, tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain. Cara pembelajarannya sebagai berikut.
Guru memperliahtkan gambar keapda siswa. Ajukan pertanyaan pertanyaan tentang gambar itu. Jawaban siswa akan beragam. Jangan disalahkan. Jika telalu jauh melencengnya, tanyakan kepada mereka tentang bagian gambar yang lebih menujukkan ciri kahsnya. Sesudah itu ajaklah mereka menulis puisi.
Guru : “setelah meliaht dan memperhatikan gambar tadi, mungkin kalian ingat akan sesuatu. Yang kalian ingat itu mungkin sesuatu yang kalian alami di masa lalu, mungkin baru akan kalian lakukan atau mungkin hanya kalian banyangkan. Nah, tuliskan itu kedalam bentuk puisi”

h. Membayangkan peristiwa
Hampir sama dengan model mengamati gambar, pada model membayangkan peristiwa ini tiak igunakan gambar sebagai perangsang. Model ini bentuk-bentuk menuntut keahlian guru dalam meberikan gambaran objek untuk merangsang imajinasi siswa. Kegiatannya dapat berlangsung sebagai berikut.
Guru : “ anak-anak, pada waktu ibu mengajar di … (sebut nama tempat), pada suatu hari Ibu bersepeda pergi kesekolah.jarak dari rumah ke sekolah kira-kira enam kilometer. Sekarang tutup matamu! Lihat apa yang terjadi pada waktu itu”
(sekitar lima menit siswa dibiarkan menutup matanya. Setelah itu guru meminta kepada para siswa untuk membuka kembali matanya)
“apa yang kamu liaht?
Siswa 1 : Ibu ngebut, takut terlambat
Siswa 2 : ibu berkeringat karena hari amat panas
Siswa 3 : ibu tejtuh. Pakaiannya kotor kena lupur karena habis hujan
Guru : Bagus! Sekarang tulisahah segala yang kamu lihat itu ke dalam bentuk puisi!
i. Memperkenalkan pengalaman baru
Memperkenalkan pengalaman baru dapat dialkukan, misalnya, dengan mengajak siswa kekebun binatang. Di kebun binatang siswa diajak mengamati binatang tertentu dengan segala perilakunya. Setelah itu mereka diajak menuliskan hasil temuannya itu kedalam bentuk puisi. mungkin tercipta puisi berikut
Gajah (1)
Gajah badanmu besar
Kulitmu kasar
Kupingmu lebar
Gajah jalanmu pelan
Beratkah kamu
Bawa belalai yang panjang itu?

Gajah (2)
Gajah,
Kamu pandai
Menangkap kacang dengan belalai
Gajah,
Kamu pandai
Mencuci rumput dengan belalai
Gajah,
Belalai panjang untuk apa?
Ternyata belalai sebagai tangan

j. Memperkenalkan puisi anak lain
Mengajak siswa mulai menulis puisi dapat dilakukan dengan cara mereka pusi yang ditulis anak lain. Atau puisi itu ditulis di papan tulis. Siswa diminta untuk membaca pusi itu tanpa bersuara (membaca dalam hati). Kemudian, seorang atau dua orang siswa diminta untuk membaca puisi itu dengan suara nyaring
Puisi yang dibaca siswa adalah sebagai beritkut
Cahaya Matahari
Kuning bersinar cemerlang
Perlahan menerpa lantai
Melewati sepenuh jendela
Terlukis bayang-bayang
Berbentuk aneh
Dikarpet dapur
Kira-kira dialog atnara guru dan siswa yang terjadi adalah sebagai berikut
Guru : Anak-anak puisi yang telah kaubaca itu ditulis oleh seorang anak seusiamu, apa judlnya?
Siswa : Cahya matahari
Guru : betul. Temanmu menulis puisi itu setelah ia melihat cahay matahari di dapur rumahnya yang berkarpet. Ia melihat bayang-bayang itu berbentukj aneh. Kmu pun pernah melihat cahay matahari bukan?
Guru : bagus. Sekarang tuliskanlah kedalam bentuk puisi Judulnya boleh sama dengan puisi yang telah kaubaca tadi, boleh tidak.”
Setelah selesai menulis, siswa diminta membaca puisinya secar bergantian. Sesekali guru mengomentari puisi itu.

1.2 Model-model pembelajaran menulis cerpen
Seperti halnya dengan modle pembelajaran menulis puisi, model pembelajaran menulis cerpen pun hanya merupakan alternatif-alternatif yang dapt diterapkan untuk membawa para siswa mulai menulis cerpen. Model-model yang dimaksudkan adalah sebagai berikut
1. Menceritakan gambar
Model ini hampir sama dengan model mengamati gambar pada pembelajaran menulis puisi. tetapi disini gambar tidak hanya satu, melainkan beberapa yang menujukkan urutan kronologis atu gambart seri. Misalnya, guru memperliahtkan empat gambar yang melukiskan perjalanan syuran dari kebun dampai ke meja makan. Siwa diminta mengamati gambar tersebut dengan teliti. Kmeudian, mereka diminta untuk menuliskannya ke dalam bentuk cerita yang pendek.
Berikut ini dialogn yang kira-kira dapat terjadi antara guru dengan siswa
Guru : anak-anak dari keempat gambar ini akan kita susun cerita supaya ceritanya hidup, perlu kamu beri pelku. Dalam gambar itu ada pak tanimk bukan?
Siswa : Ya, Pak
Guru : Pak tani boleh kau beri nama siap saja. Kamu juga beoleh memberi nama kapung tempat pak tani itu hidup
Menceritakan gambar dengan cara itu dilakukan di kelas empat ke atas. Jika diterapkan di kelas tiga cukup dengan cara sebagai berikut.
Siswa dimitna memperhatikan gambar itu dengan cermat. Kemudian mereka diminta untuk membaut dua kaliamt yang tepat untuk seitap gambar

2. Melanjutkan cerita lain
Model ini didahului dengan kegiatan membaca atau mendegarkan cerita yang diplih guru, misalnya ceita berikut ini

Murti Anak Rajin
Murit baru berumur sebelas tahun. Ia kelas empat SD Tanjung 3 Ia sudah terampil membantu ibunya bekerja di dapur.
Setiap hari murti bangun pukul lima pagi. Ia tahu bentul apa yang harus dikerjakannya sesudah bagun pagi. Membuka jendela dan menyapu lantai rumah serta halaman adalah pekerjaan yang bisa dilakukannya setiap pagi.
Selesai mandi dan berdandan, murti makan pagi. Menjelang berangkat sekolah, ia berpamitan dulu kepada ayah bundanya. Murti amat hormat kepada kedua orang tuanya itu. Ayah bundanya sangat sayang kepada murti.
Pembelajarannya adalah sebagai berikut.
Siswa diminta melajutkan cerita di atas, misalnya dengan rambu-rambu seperti berikut.
Lanjutan cerita “murti anak rajin” itu. Sebagai anak yang rajin, ceritakan keadaannya di sekolah :
- Kepatuhannya terhadap tata tertib sekolah
- Sikapnya yang suka menolong teman yang sedang mengalami kesulitan
- Murah senym dan pandai bergaul
- Guru dan teman sekelasnya amat sayang keapdanya

3. Menceritakan mimpi
Model menulis cerpen dengan cara menceritakan mimpi ini diasusmiskkan akan mudah dikerjakan siswa sebab semua anak pasti pernah mimpi. Guru perlu memberikan gambaran bahwa cerita mimpi itu dapat ditambah atau dikurangi suapay jelas alur ceritanya. Biarkan siswa menyusun cerita sesuai dengan keingiannya
4. Menceriakan Pengalaman
Pengalaman yang dicaritakan dapat beupa pengalaman sehari-hari atau pegalaman yang mereka laami pada waktu liburan sekolah, darmawisata, bermain dan sebagainya. Panduan yang diberikan guru adalah sebagai berikut.
“anak-anak, coba kamu ceritakan tentang perjalananmu dari rumah sampai kesekolah atau sebaliknya dari sekolah sampai kerumah. Dalam ceritamu itu termuat juga baiman kamu bertingkah laku selam perjalanamu itu. Mungkin kamu kesal karena temanmu telambat menjemput, mungkin kamu kesal karena temanumu terlambat menjemput, mungkin kamu membaca buku selam dalam perjalanan, mungkin kamu bercakap-cakap dengan temanmu. Jika kamu pulnag dari sekolah, kamu berjalan kaki mungkin kamu berhenti bercakap-cakap dengan temanmu. Jika kamu pulang dari sekolah, kamu berjalan kaki, mungkin kamu berhenti dalam perjalanan untuk bermain-main sebenatar, dan sebagainya. Dalam ceritamu dapat kamu lukiskan tentang kesedihan, kesenagnan, kelucuan yang kamu alami

5. Menceritakan cita-cita
Cita-cita merupakan hal yang diakrabi siswa. Setiap anak tentu mempunyai jawaban jika orang dewasa menanayakan tentang cita-citanya. Namun tanpa bimbingan guru, penulisan cerpen yang bersumber cita-cita ini tidak akan lancar. Mungkin siswa hanya akan menuliskan beberapa barisan kalimat saja, misalnya :

Cinta-Citakau
Jika sudah besar, aku ingi jadi Polwan, karena itu, sekarang aku giat belajar. Dengan dua baris kalimat itu, siswa tidak dapat melanjutkan ceritanya lagi. Untuk menghndari hal demikian, guru perlu memberikan bimbingan, misalnya sebagai berikut :
Guru : cita-cita, kamu punya cita-cita, bukan? Coba, tuti, apa cita-citamu?
Tuti : Jadi peragawati, pak
Guru : bagus, mengapa kamu ingin jadi perawati?
Tuti : sebab perawati itu terkenal. Dapat mengenakan baju-baju bagus dan dapat banyak uang
Guru : dari mana kamu tahu perawati itu seperti yang akmu katakan?
Tuti : dari televisi dan majalah, pak
Guru : bagus! Tuliskan cita-citamu itu. Yang harus ada dalam cita seperti itu, (3) sejak kapan kamu bercita-cita seprti itu (4) bagaiman kamu akan mencapai cita-citamu itu, dan (5) apa yang akan kamu lakukan jika cita-citamu tercapai”

1.3 Model- model Pembelajaran Menulis Drama
Menulis drama jarang diajarkan di sekolah, lebih-lebih di SD. Padahal dalam kesehariannya anak-anak sering bermain darama. Perhatikan, anak TK yang sedang bermain. Ia pandai bermonolog. Ia sendiri jadi pengarang, sutradara, sekaligus juga jadi pemainnya. Tidak ada yang mengajari se ara formal, anak-anak umumnya mampu “mengarang” cerita untuk diperankannya sendiri. Ia dapat berperan sebagai seorang pedagang dan sekaligus sebagai pembeli dalam permainan jual-jualan yang dilakukian seidiri di belakang rumah. Hal itu menujukkan bahwa anak-anak sebetulnya memiliki naluri berdrama. Dengan demikian, menulis drama bagi anak-anak bukan merupakan hal yang sudah asalkan orang dewasa mau mengajaknya dengan cara yang baik dan menyenangkan.
Berikut ini akan dipaparkan beberapa model pembelajaran menulis drama yang dapat anda terapkan di kelas Anda.
1. Mengisi dialog patonim
Model ini diawali dengan kegiatan siswa menonton pantonim yang dilakukan oleh seorang siswa dari kelas itu sendiri. Dikelas 1 dan 2 siswa pernah melakukan pantonom dengan cara mniru perilakunya. Perilaku nyata yang mereka pantomimkan adalah prilaku yang sering mereka lihat, yang telah mereka akrabi. Jadi, kriteria sesuai dengan lingkungan harus senantiasa dieprhatikan guru. Selanjutnya, setelah menonton pantomim, siswa diminta menuliskan percakapan yang sekiranya tepat untuk gerakan pantomim itu.
Sekiranya masih ada waktu, mereka diminta melengkapi dialog tersebut dengan petunjuk lak, busana, latar dan sebagainya, sehingga menjadi naskah sederhana yang lengkap.
2. Mencatat dialog sosiodrama
Sosiodrama juga sudah dilakukan di kelas rendah. Pada saat itu siswa hanya memerankan saja tanpa mencatat dialognya. Dalam pembelajaran dengan model ini siswa diminta mencatat atau merekam dialog yang diucapkan temannya. Untuk itu kegiatan pembelajarannya dilakkan dalam kelompok. Siswa berbagi tugas, siapa yang bersosiodrama dan siapa yang mencatat atau merekam dialog yang diucapkan temanna. Kegiatan selanjutnya melengkapi dialog tersebut dengan unsur-unsur lain, seperti yang dilakukan dalam menulis drama melalui menonton pantomim. Kegiatan ini dapat dilakukan di rumah. Hasil pekerjaan mereka kemudian dibacarakan bersama. Setiap siswa mendapat peran sesuai dengan pembagian yang telah mereka tetapkan.
3. Mencatat dialog tentang suatu benda
Kegiatan yang dilakukan hampir sama dengan kegiatan pembelajaran dalam kedua model terdahulu. Dalam model ini dialog dirangsang dengan menggunakan suatu benda yang diambil dari lingkungan sekitar. Benda itu dapat berupa ranting, daun, bunga, bat atau apa saja yang dapat diperoleh dengan mudah. Caranya, pertama mintalah dua orang siswa atau lebih tampil ke depan kelas setelah terlebih dulu Anda perlihatkan kepada mereka suatu benda. Biarkan mereka ertanya jawab tentang benda itu. Mungkin dialog yang terjadi apa adanya sesuai dengan tanggapan mereka, misalnya:
Siswa 1 : “Bawa apa itu?”
Siswa 2 : “Bunga”
Siswa 1 : “Dari mana kaudapat?”
Siswa 2 : “Kupetik di pinggir jalan”
Siswa 1 : “Kamu, mencuri ya?”
Siswa 2 : “Tidak, bunga itu tumbuh liar”
Siswa 1 : “Untuk apa bunga itu?”
Siswa 2 : “Kutaruh dalam vas untuk penghias kamarku”
Sampai disitu saja sudah bagus, bukan? Siswa sudah dapat berdialog. Bila ingin dialog itu berkembang, anda perlu menempuh cara kedua, yaitu merangsang timbulnya daya fantasi siswa, misalnya anda mengatakan demikian: “Anak-anak, ibu punya bunga yang ibu petik dari halaman rumah. Kamu semua dapat membayangkan bunga itu dipetik dimana, oleh siapa dan untuk apa. Kamu boleh berkhayal tentang apa saja tentang bunga ini. Misalnya kamu boleh berkhayal tentang bunga obat yang dapat mengobati putri raja atau pangeran dari suatu kerajaan. Putri raja atau pangeran itu boleh kaubari nama siapa saja. Coba kaubuat cerita tentang hal itu dalam bentuk dialog!”
Dengan cara seperti itu, fantasi siswa akan terangsang sehingga mereka tergerak menyusun dialog yang lebih imajinatif lagi. Setelah selesai, bacakan dialog yang mereka susun di depan kelas. Selanjutnya, pembacaan naskah dilakukan oleh beberap orang siswa sesuai dengan peran yang ada, pemilihan pembaca dilakukan oleh si penulis dialog.
4. Menulis dialog boneka
Pembelajaran menulis drama melalui boneka ini hampir sama kegiatannya dengan kegiatan dari model mencatat dialog tentang suatu benda. Di sini benda itu diganti dengan boneka. Boneka yang dijadikan sebagai perangsang lahirnya dialog dapat berjumlah beberapa buah. Dialog yang dihasilkan dapat berupa dialog beberapa orang siswa tentang boneka atau dialog bagi setiap boneka yang akan dimainkan. Selain itu, dialog yang dihasilkan dpat berupa dialog nyata atau dialog fantasi.
5. Menulis dialog topeng
Pembelajaran menulis dialog topeng, sama kegiatannya dengan model pembelajaran menulis dialog dengan menggunakan benda atau boneka. Siswa diminta mengamati topeng-topeng yang ada. Kemudian menyimpulkan karakter atau watak topeng-topeng itu. Selanjutnya, kegiatan dapat berjalan melalui dua cara. Cara pertama dengan memerankan terlebih dulu dan kedua langung menulis dialog untuk setiap topeng.
Kedua cara itu dapat ditempuh bersama-sama sesuai dengan kondisi kelas dan pertimbangan lainnya. Yang penitng siswa dapat bermain, bersenang-senang, dan menghasilkan tulisan berupa naskah drama.
Beberapa model pembelajaran menulis fiksi yang dapat digunakan untuk kelas 3-6 SD telah Anda pelajari. Model-model itu sebenarnya hanya sebagai perangsang awal untuk mengajak siswa mulai menulis fiksi. Jika mereka sudah mampu, anda dapat mengajaknya tanpa bantuan benda, boneka atau topeng dalam pembelajaran menulis fiksi selanjutnya.


BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan
Pembelajaran menulis fiksi mencakup penulis puisi. Cerpen dan drama. Agar dalam diri siswa tubuh sikap positif tehadap pembelajaran menulis fiksi, penilaian yang diberikan guru harus dapat membuat suasana belajar yang kompetitif dalam kelas.
Penggunaan model-model pembelajaran menulis fiksi diperlukan untuk mengajak siswa muali menulis fiksi.

b. Saran
Sebagai penerus bangsa rajin-rajin lah belajar dan tuntutlah ilmu setinggi mungkin. Selalu bersemangat dan tanamkan pada diri anda bahwa :
“saya pasti bisa jika saya pkir saya bisa”


DAFTAR PUSTAKA

Calkins, Lucy McCormick. 1989. The art of teaching Writing. Portsmounth : Heinemann
Dikdasmen. 1993. Kurikulum Pendidikan Dsar : Garis-Garis Besar rogram pengajaran (GBPP) Bahasa Indonesia sekolah dasar. Jakarta : Depdikbud.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

thx banget nich infonya, bisa buat dijadiin refrensi tugas.

Hardianto Tarigan Gersang mengatakan...

kalo lebih banyak info datang aj ke www.dianto27.com folbeck ..:) :D