Tengah berngi Simbages

Rabu, 22 Juni 2011

TUGAS MANDIRI BAHASA INDONESIA KEILMUAN PENGERTIAN SASTRA Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dalam Menempua Mata Kuliah Bahasa Indonesia Keilmuan

BAB I
PENDAHULUAN

Di dalam sejarahnya, bahasa Indonesia telah berkembang cukup menarik. Bahasa Indonesia yang tadinya hanya merupakan bahasa Melayu dengan pendukung yang sangat kecil telah berkembang menjadi bahasa Indenesia yang besar. Bahasa ini telah menjadi bahasa lebih dari 200 juta rakyat di Nusantara Indonesia. Sebagian besar di antaranya juga telah menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama. Bahasa Indonesia yang tadinya berkembang dari bahasa Melayu itu telah “menggusur” sejumlah bahasa local (etnis) yang kecil. Bahasa Indonesia yng semulanya berasal dari bahasa Melayu itu bahkan juga menggeser dan menggoyahkan bahasa etnis-etnis yang cukup besar, seperti bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Bahasa Indonesia telah menjadi bahasa dari masyarakat baru yang bernama masyarakat Indonesia. Di dalam persaingannya untuk merebut pasar kerja, bahasa Indonesia telah mengalahkan bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia. Bahasa Indonesia juga telah tumbuh dan berkembang menjadi bahasa yang modern pula.
Perkembangan yang demikian akan terus berlanjut. Perkembangan tersebut akan banyak ditentukan oleh tingkat kemajuan masyarakat dan peran yang strategis dari masyarakat dan kawasan ini di masa depan. Diramalkan bahwa masyarakat kawasn ini, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Brunai Darussalam, dan Filipina akan menjadi salah satu global-tribe yang penting di dunia. Jika itu terjadi, bahasa Indonesia (lebih jauh bahasa Melayu) juga akan menjadi bahasa yang lebih bersifat global. Proses globalisasi bahasa Melayu (baru) untu kawasan Nusantara, dan bahasa-bahasa Melayu untuk kawawsan Asia pasifik (mungkin termasuk Australia) menjadi tak terelakkan. Peran kawasan ini (termasuk masyarakatnya, tentu saja) sebagai kekuatan ekonomi, industri dan ilmu pengetahuan yang baru di dunia, akan menentukn pula bagaimana perkembangan bahasa Indonesia (dan bahasa Melayu) modern. Bahasa dan sastra Indonesia sudah semenjak lama memiliki tradisi cosmopolitan. Sastra modern Indonesia telah menggeser dan menggusur sastra tradisi yang ada diberbagai etnis yang ada d Nusantara.
Perubahan yang terjadi itu tidak hanya menyangkut masalah struktur dan bahasa, tetapi lebih jauh mengungkapkan permasalahan manusia baru (atau lebih tepat manusia marginal dan tradisipnal) yang dialami manusia di dalam sebuah proses perubahan. Lihatlah tokoh-tokoh dalam raoman dan novel Indonesia. Lihatlah tokoh Siti Nurbaya di dalam roman Siti Nurbaya, tokoh Zainudin di dalam roman Tenggelamnya kapar Van Der Wijck, tokoh Hanafi di dalam roman Salah Asuhan, tokh Tini, dan Tono di dalam novel Belenggu, sampai kepada tokoh Lantip di dalam roman Priyayi. Mereka adalah tokoh-tokoh yang berusaha masuk ke dunia yang baru, dunia yang global dengan tertatih-tatih.
Dengan demikian, sastra Indonesia (dan Melayu) modern padahakikatnya adalah sastra yang berada pada jalur yang mengglobal itu. Sebagaimana dengan perkembangan bahasa Indonesia, sastra Indonesia tidak ada masalah dalam globalisasi karena ia memangbersaa di dalamnya. Yang menjadi soal adalah bagaimana menjadikan bahasa dan sastra itu memiliki posisi yang kuat di tengah-tengah masyarakatnya. Atau lebih jauh, bagaimana langkah untuk menjadikan masyarakatnya memilikui posisi kuat di tengah-tengah masyarakat dunia (lainnya).
BAB II
PENGERTIAN SASTRA
2.1 Pengertian Sastra
Sastra (sansakerta : shastra) merupakan kata serapan dari bahasa sansakerta Sastra, yang berarti “teks yang yang mengandung intruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar Sas- yang berarti “intruksi” atau “ajaran”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.
Selain dalam arti esusatraan. Sastra biasa dibagi menjadi sasta tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Sasta tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengeksplorasi pengalaman atau pemikiran.

2.2 Fungsi Sastra
Dalam kehidupan masyarakat sastra memilik beberapa fungsi, yaitu:
- Fungsi rekreatif, yaitu sastra dapat memberikan hiburan yang menyenengkan bagi pembacanya.
- Fungsi didaktif, yaitu sastra mampu mengaarhkan atau mendidik pembaacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung didalamnya.
- Fungsi estetis, yaitu sastra mampu memberikan keindahan bagi pembacanya.
- Fungsi moralitas, yaitu sastra mampu memberikan pengetahuan kepada pembaca sehinggatahu moral yang baik danburuk, karena satra yang baik selalu mengandung moral yang inggi.
- Fungsi religius, yaitu sastra menghasilkan karya-karya yang mengandung ajaran-ajaran agama yang dapat diteladani para pembaca sasra.


BAB III
RAGAM SASTRA
3.1 Pantun
Pantun merupakan salah satu jenis puisilama yang sangan luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Dalam bahas Jawa, misalnya dikenal parikan dan dalam bahasa sunda dikenal sebagai paparikan. Pantun terdiri atas empat larik (empat baris bila dituliskan), bersajak akhir dengan pola a-b-a-b (tidak boleh a-a-a-a). Pantun pada umumnya merupakan sastra lisan namun sekarang dijympai juga pantun tertulis. Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/dajak. Dua baris terahir adalah isi, yang merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut. Contoh:
Banyak orang pandei berkitab
Sedikit saja pandai bersyair
Banyak orang pandai berakap
Sedikit saja pandai berfikir

3.2 Puisi
Puisi (dari bahasa Yunani Kuno : ) adalah seni tertulis dimana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan. Penekanan pada segi estetik. Suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Menurut beberapa ahli modern mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literature tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Contoh puisi:
Aku
Chairil Anwar

Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bias kubawa lari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hijdup seribu tahun lagi

3.3 Sajak
Sajak adalah persamaan bunyi. Persamaan yang terdapat pada kalimat atau perkataan, di awal, di tengah, dan di akhir perkataan. Walaupun sajak bukan menjadi syarat khusus bagi sesuatu puisi lama, tetapi pengaruhnya sangat mengikat kepada baentukdan pilihan kata dalam puisi itu. Sajak terbagi enam jenis;
a. Sajak Awal
Ialah persamaan bunyi yang terdaspat pada awal kalimat, seperti pantun berikut:
Kalau tidak karena bulan
Tidaklah bintang meninggi hari
Kalau tidak karena tuan
Tidaklah saya sampai kemari
b. Sajak Tengah
Persamaan yang terdapat di tengan kalimat, seperti:
Guruh petus penuba limbat
Ikan lumba berenang-renang
Tujuh ratus jadikan ubat
Badan berjumpa maka senang
(Dr. mandahk)
c. Sajak Akhir
Sajak yang terdapat pada akhir kalimat. Sajak ini terdapat hamper pada segala puisi lama dan puisi baru. Misalnya:
Berdiri aku di tepi pantai
Memandang lepas ke tengah laut
Ombak pulang peceh berderai
Keribaan pasar rindu berpaut
(Amir Hamzah)
d. Asonansi
Persamaan bunyi hujruf hidup (voksal) yang terdapat dalam perkataan atau kalimat. Misalnya:
Kini kami bertikai pangkai
Diantara dua mana mutiara
Jauhari ahli lalai menilai
Lengahlangsung melewat abad
e. Sejak Sempurna
Dalam memilih perkataan untuk mencapai perasamaan bunyi, tiadalah selalu bunyi itu jatuh yang sempurna pada suara yang sama, ada yang mirip dan ada yang benar-benar tepat. Yang tepat disebut sajak sempurna:
Gabak hari awan pun mendung
Pandan terkulai menderita
Sejakmati ayah kandung
Makan berrhurai air mata
f. Sajak Tak Sempurna
Hanya bunyinya saja yang hamper bersamaan, seperti:
Uncang buruk tak tertali
Kian kemari bergantung-gantung
Bujang buruk tak berbini
Kian kemari meraung-raung
3.4 Peribahasa
Peribahasa ialah bentuk pengucapan yang banyak dijumpaidalam kesusastraan lama. Peribahasa banyak digunakan dalam kehidupan seharian orang pada masa dulu. Bila diselidiki isi dan jiwa yang terkandung dalam peribahasa itu, banyak bahan yang diambil dari sejarah, social, dan peri kehidupan mereka di zaman lampau itu. Misalnya, sekali air bah, sekali tepian berubah. Selain itu pribahasa yang seing digunakan hingga kini ialah dimana bumi dipjak disitu langit dijunjung. Peribahasa masih hidup dalam pergaulan sehari-hari dan banyak terdapat buku dan roman-roman baru

3.5 Majas/Gaya Bahasa
Majas adalah gaya bahasa dalam bentuk tulisan maupun lisan yang dipakai dalam suatu karangan yang bertujuan untuk mewakili perasaan dan pikiran dari pengarang. Majas dibagi menjadi beberapa macam, yakni majas perulangan, pertentangan, perbandingan dan pertautan.

BAB IV
PERKEMBANGAN SASTRA

4.1 Pujangga Lama
Karya sastra yang dihasilkan sebelum abad ke-20. pada masa ini karya sastra di Indonesia di dominasi oleh syair, pantun, gurundam, dan hikayat.
Karya sastra pujangga lama;
- Hikayat Abdulah
- Hikayat Andekan Penurat
- Hikayat Bayan Budiman
- Hikayat Hang Tuah
- Hikayat Kadirun

4.2 Sastra Melayu Lama
Karya sastra Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 – 1942, yang berkembang di lingkungan masyarakat sumata seperti “Langkat tapanui, Padang dan daerah Sumatra lainnya”. Karya sastra “Melayu Lama”:
- Robinson Crusoe (terjemahan)
- Lawan-lawan Merah
- Mengelilingi Bumi dalam 80 hari (terjemahan)
- Kisah Pelayaran ke Pulau Kalimantan
- Cerita Nyai Sarikem
- Nyai Dasima oleh G. Francid (Indo)
Dan masih ada sekitar 3000 judu arya sastra Melayu Lama lainnya.

4.3 Angkatan Balai Pustaka
Karya sastra di Indonesia sejak tahu 1920-1950, yang dipelopori oleh penerbit balai pustaka. Balai pustaka di dirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan cabul dan dianggap memiliki politis (liar)
Pengarang dan karya sastra angkatan Balai Pusataka:
• Abdu Muis
Pertemuah Jodoh (1964)
Salah Asuhan
Surapati (1950)
• Merari Siregar
Azab dan Sengsara: kisah kehidupan seorang gadis (1921)
Binasa Kerna gadis Priang! (1931)
• Marah Rusli
Siti Nurbaya
Anak dan Kemenakan
• Nur Sutan Iskandar
Katak hendak menjadi lembu (1935)
Hulubalang Raja (1961)
• Tulis Sutan Sati
Sengsara Membawa Nimat (1928)
Memutuskan pertalian (1978)
• Sutan Takdir Aisjahbana
Dian yang tak kunjung padam (1948)
Anak Perawan di Sarah penjamuan (1963)
• Hamka
Di bawah lindungan ka’bah (1938)
Di dalam lembah Kehidupan (1940)
• Marius Ramis Dayoh
Pahlawan Minahasa (1957)
Putra Budiman: Tjaritera Minahasa (1951)

4.4 Pujangga Baru
Pujangga baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadsap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutaa terhadap karaya sastra yang menyangkut rasa nasinalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra pujangga baruadalah sastra intelektual, nasionalitik dan elitis menjadi “bapak” sastra modern Indonesia.

Penulis dan karya sastra pujangga baru:
• Sutan Takdir Alisjahbana
Layer Terkembang (1948)
Tebaran Mega (1963)
• Armijn Pane
Belenggu (1954)
Jiwa Berjiwa
Djinaj-djinak Merpati – Sandiwara (1950)
Kisah Antara Manusia – Kumpulan cerpen (1953)
• Tengku Amir Hamzah
Nyanyi Sunyi (1954)
Buah Rindu (1950)
Setanggi Timur (1939)
• Sanusi Oane
Pancaran Cinta (1926)
Puspa Mega (1971)
Madah Kelana (1931/1978)
Sandhyakala Ning Majapahit (1971)
• Muhammad Yamin
Indonesia,Toempah Darah Koe! (1928)
Kalau Dewi Tara Sudah Berkata
Ken Arok dan Ken Dedes (1951)
• Roestam Efendi
Bebasari : Toneei dalam 3 pertunjukkan (19530
• Selasih
Kalau Ta’ Ountoeng (1933)
Pengaruh Keadaan (1957)
• J. E. Talengkeng
Rindoe Dendam (1934)

4.5 Angkatan ‘45
Pengalaman hidup dan gejolak social-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Ankatan ’45. karya satra angkatan ini lebih relistik disbanding karya angkatan Pujangga baru yang raomantik-idealistik.
Penulis dan karya sastra aangkatan ’45:
• Chairil Anwar
Kerikil Tajam (1949)
Deru Tjampur Debu (1949)
• Asrul Sani, Rivai ApinChairil Anwar
Tiga Mneguak Takdir (1950)
• Idrus
Dari Ave Maria ke Djalan lain ke Roma (1948)
Aki (1949)
Perempuan dan kebangsaan
• Pramudya Ananta Toer
Bukan Pasir Malam (1951)
Di Tepi Kali Bekasi (1951)
Keluarga Geriba (1951)
Mereka Jang Dilumpuhkan (1951)
Peburuan (1950)
• Mochtar Lubis
Tidak Ada Esok (1982)
Djalan Tak Ada Ujoung (1958)
Si Jamal (1964)
Harimau-Harimau! (1977)
• Achdiat K. Mihardja
Atheis - 1958
• Trisno Sumardjo
Kata Hati dan Perbuatan (1952)
• M. Balfas
Lingkaran-lingkaran Retak, Kumpulan Cerpen (1978)
• Utuy Tatang Sontani
Suling (1948)
Tambera (19520
Awal dan Mira- Drama satu babak (1962)
4.6 Angkatan 50-an
Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra kisah asuhan H.B. Jassin. Cirri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan. Timbulah perpecahan dan polemic yang berkepanjangan diantara kalangan sastawan di Indonesia pada awal tahu 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk ke dalam politik praktis dab berakhi pada tahun1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.
Penulis dan karya sastra angkatan 50-an
• Ajip Rosidi
Cari muatan
Di tengah keluarga (1956)
Pertemuan kembali (1960)
Tahun-tahun kematian (1955)
• Ali Akbar Navis
Biang lala: kumpulan cerita pendek (1963)
Hujan panas (1963)
• Bokor Huta Suhu
Datang amaam (1963)
• Enday Rasidin
Surat Cinta
• NH. Dini
Dua Dunia (1950)
Hati Yang Damai (1960)
• Nugroho Noto Susanto
Hujan Kepagian (1958)
Rasa Sajange (1961)
Tiga kota (1956)
• Sitor Situ Morang
Dalam sadjak (1950)
Djalan Mutiara kumpulan tiga sandiwara (1954)
Pertempuran dan saldju di paris(1956)
Surat Kertas Hidjau : Kumpulan sadjak (1953)
Wadjah tak bernama: Kumpulan sadjak (1955)
• Subagio sastro wardojo
Simphoni (1957)
• Titis basino
Pelabuhan hati (1978)
Dia, Hotel, Surat keputusan (cerpen) (1963)
Lesbian (1976)
Bukan Rumahku (1976)
Di bumi aku bersua di langit aku bertemu (1983)
• Trisno Juwono
Angina laut (1958)
Di medan perang(1962)
Laki-laki dan mediu (1951)
• W. S. Rendra
Balada orang-0orang tercinta ( 1957)
Empat kumpulan sajak (1961)
Ia sudah bertualang dan tjerita-tjerita pendek lainnya (1963)

4.7 Angkatan 66 – 70-an
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra horizon. Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalamaliran sasta, munculnya karya sastra beraliran surrealistic, arus kesadaran, arkeup, absurd.
Karya sastra angkatan ‘66
• Sutardji Calzoum bachri
O
Amuk
Kapak
• Abdul Hadi WM
Laut belum pasang – (kumpulan puisi)
Meditasi – (kumpulan puisi)
Potret panjang seorang pengunjung pantai sanur – (kumpulan puisi)
Tergantung pada angina – (kumpulan puisi)
Anak laut anak angin – (kumpulan puisi)
• Supardi Djoko Damono
Dukamu abadi – (kumpulan puisi)
Mata pisau dan akuarium – (kumpulan puisi)
Perahu kertas –( kumpulan puisi)
Sihi Hujan – (kumpulan puisi)
Ayat-ayat Api –( kumpulan puisi)
• Goenawan Mohamad
Interlude
Parikesit
Potret seorang Penyair muda sebagai si malin kundang – (kumpulan esai)
Misalkan kita di Sara Jevo
• Umar Kayam
Seribu kunang-kunang di manhattan
Sri Sumarah dan Bawuk – (kumpulan cerita pendek)
Pada suatu saat di Bandar Sanggih
Kelir Tanpa Batas
Para Priyayi
Jalan menikung
• Danarto
Godlob
Adam Makrifat
Berhala
• Putu Wijaya
Telegram
Stasiun
Pabrik
Gres
Bom
Aduh (Drama)
Edan (Drama)

4.8 Dasawarsa 80-an
Sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Majalah Horison tidak ada lagi, karya sasta Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas di berbaaimajalah dan penerbitan umum.

Karya sastra angkatan Dasawarsa 80-an
Badai pasti berlalu
Cintaku di kampus biru
Sajak sikat gigi
Arjuna mencari cinta
Manusia kamar
Karmila
Namun yang tidak boleh dilupakan, pada era 80-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop 9tetai tetap sah disebut sastra, jika sastra dianggap sebagai salah satu alat komunikasi). Yaitu lahirnya sejumlah novel pouler yang dipelopori oleh Hilman dengan serial Lupus-nya.


BAB V
UNSUR INTRINSIK DAN UNSUR EKSTRINSIK

Karya sastra disusun oleh dua unsur yang menyusunnya. Dua unsur yang dimaksud iaslah unsur intrinsic dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsic ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra, seperti : tema tokoh dan penokohan, alur dan pengeluaran, latae dan pelataran, dan pusat pengisahan. Sedangkan unsur ekstinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari luasnya menyangkut aspeksosiologi, psikologi, dan lain-lain.

5.1 Unsur Intrinsik
a. Tema dan amanat
Tema ialah persoalan yang menduduki tempat utama dalam karya sastra. Tema mayor ialah tema yang sangat menonjol dan menjadi persoalan. Tema minor ialah tema yang tidak menonjol.
Amanat ialah pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi persoalan di dalam karya sastra. Amanat biasa disebut makna. Makna dibedakan menjassdi makna niatan dan makna muatan. Makna niatan ialah maknayang diniatkan oleh pengarang bagi jkarya sastra yang ditulisnya. Makna muatan ialah makna yang termuat dalam karya sastra tersebut.


b. Tokoh dan penokohan
Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya sestra biasanya ada beberapa tokoh, namun biasnya hanya ada satu tokoh utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya sastra. Dua jenis tokoh adalah tokoh datar (flash character) dan tokohbulat (round character).
Tokoh datar ialah tokoh yang hanya menunjukka satu segi, misalnya baik saja atau buruk saja. Sejak awal sampaiu akhir cerita tokoh yang jahat akan tetap jahat. Tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai segi baik buruknya, kelebihan dan kelemahannya. Jadi ada perkembangan yang terjadi pada tokoh ini. Dari segi kejiwaan dikenal ada tokoh introvert dan ekstrovent. Tokoh introvert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh ketidaksadarannya. Tokoh ekstrovert ialag pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh kesadarannya. Dalam karya sastra dikenal pula tokoh protagonist dan antagonis. Protagonisialah tokoh yang disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Antagonis ialah tokoh yang disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-difatnya.
Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh. Ada beberapa cara menampilkan tokoh. Cara analitik, ialah cara cara penampilan tokoh secara langsung malalui uraian pengarang. Jadi pengarang menguraikan cirri-ciri tokoh tersebut secara langsung. Cara dramatic, ialah cara mnampilkan tokoh tidak secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan komentar atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu ceita. Dialog ialah cakapan antara seorang tokoh dengan banyak tokoh. Dualog ialah cakapan antara dua tokoh saja. Monolog ialah cakapan batin terhadap kejadian lampau dan yang sedang terjadi. Solilokui ialah bentuk cakapan batin terhadap peristiwa yang akakn terjadi.
c. Alur dan Pengaluran
Alur disebut juga plot, yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bulat, dan utuh. Alur terdiri atas beberapa bagian:
1) Awal, yaitu pengarang mulai memperkenalkan tokoh-tokohnya.
2) Tikaian, yaitu terjadi konflik di antara tokoh-tokoh pelaku.
3) Gawatan atau rumitan, yaitu konflik tokoh-tokoh semakin seru.
4) Puncak, yaitu saat puncak konflik di antara tokoh-tokhnya.
5) Leraian, yaitu saat peristiwa konflik semakin reda dan perkembangan alur mulai terungkap.
6) Akhir, yaitu seluruh peristiwa atau konflik telah terselesaikan.
Pengeluaran, yaitu teknik atau cara-cara menampilkan alur. Menurut kualitasnya, pengeluaran dibedakan menjadi alur erat dan alur longgar. Alur erat ialah alur yang tidak memungkinkan adanya pencabangan cerita. Alur longgar ialah alur yang memungkinkan adanya pencabangan cerita. Menurut kualitasnya, pengeluaran dibedakan menjadi alur tunggal dan alur ganda. Alur tunggal ialah alur yang hanya satu dalam karya sastra. Alur ganda ialah alur yang lebih dari satu dalam karya sastra. Dari segi urutan waktu, pengeluaran dibedakan kedalam alur lurus dan tidak lurus. Alur lurus ialah alur yang melukiskan peristiwa-peristiwa berurutan dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus ialah alur yang melukiskan tidak urut dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus bias menggunakan gerak balit (backtracking), sorot balik (fashback), atau campuran keduanya.
d. Latar dan Pelataran
Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar atau setting dibedakan menjadi atar material dan social. Latar material ialah lukisan latar belakang alam atau lingkungan di mana tokoh tersebut berada. Latar sosial, ialah lukjisan tatakrama tingkah laku, adapt, dan pandangan hidup. Sedangkan pelataran ialah teknik atau cara-cara menampilkan latar.
e. Pusat Pengisahan
Pusat pengisahan ialah dari mana suatu cerita dikisahkan oleh pencerita. Pencerita di sini adalah pribadi yang diciptakan pengarang untuk menyampikan cerita. Paling tidak ada dua pusat pengisahan yaitu pencerita sebagai orang pertama dan pencerita sebagai orang ketiga. Sebagai orang pertama, pencerita duduk dan terlibat dalam cerita tersebut, biasanya sebagai aku dalam tokoh cerita. Sebagai orang ketiga , pencerita tidak terlibat dalam cerita tersebut tetapi ia duduk sebagai seorang pengamat atau dalang yang serba tahu.

f. Karakter
Tokoh dalam cerita. Karakter dapat berupa manusia, tumbuhan maupun benda. Karakter dapat dibagi menjadi:
1. Karakter utama: tokoh yang membawakan tema dan memegang banyak peranan dalam cerita.
2. Karakter pembantu: tokoh yang mendamping karakter utama.
3. Protagonis: karakter/tokoh yang mengangkat tema.
4. Antagonis: karakter/tokoh yang memberi konflik pada tema dan biasanya berlawanan dengan karakter protagonis.m(ingat, tokoh antagonis belum tentu jahat)
5. Karakter statis (flat/ static character): karakter yang tidak mengalami perubahan kepibadian atau cara pandang dari awal samp[ai akhir cerita.
6. Karakter dinamis (Round/dynamic character): kasrakter yang mengalami perubahan kepribadian dan cara pandang . karakter ini biasanya dibuat semirip mungkin dengan manusia sesungguhnya, terdiri atas sifat dan kepribadian yang kompleks.
Catatan: karakter pembantu biasanya aadalah karaker statis karena tidak digambarkan secara detail oeh penulis sehingga peruybahan kepibadian dan cara pandangnya tidak pernah terlihat secara jelas.


g. Karakterisasi
Cara penulis menggamnarkan karakter. Ada banyak cara untuk menggali penggambaran karakter, secara garis besar karakterisasi ditinjau melalui dua cara yaitu secara naratif dan dramatic. Tekniknaratif berarti karakterisasi dari tokoh dituliskan langsung oleh penulis atau narrator. Teknik daramatik dipakai ketika karakterisasi torkoh terlihat dari antara lain: penampilan fisik karakter, cara berpakaian, kata-kata yang diucapkan, dialognya dengan karakter lain, pendapat kerakter lain, dll.
h. Konflik
Konfklik adalah pergumulan yang dialami olh karakter dalam serita dan. Konflik ini merupakan inti dari sebuah karya sastra yang pada akhirnya memberntuk plot. Ada empat macam konflik, yang dibagi dalam dua garis besar:
Konflik internal
Individu-diri sendiri: konflik ini tidak melibatkan orang lain, konflik ini ditandai dengan gejolak yang timbul dalam diri sendiri mengenai beberapa hal seperti nilai-nilai. Kekuatan karakter akan terlihat dalam usahanya menghadapi gejolak tersebut.
Konflik eksternal
Individu-individu: onflik yang dialami dedeorang dengan orang lain.
Individu-alam: konflik yang dialami individu dengan alam. Konflik ini menggambarkan perjuangan individu dalam usahanya untuk mempertahankan diri dalam kebesaran alam.
Individu¬-Lingkungan/masyarakat: konflik yang dialami individu dengan masyarakat atau lingkungan hidupnya.
i. Symbol
Symbol digunakan untuk mewakili sesuatu yang abstrak. Contoh: burung gagak (kematian).
j. Sudut Pandang
Sudut pandang yang dipilih penulus untuk menyampaikan ceritanya.
1. Orang pertama: penulis berlaku sebagai karakter utama cerita, iini diutandai dengan penggunaan kata “aku”. Penggunaan teknik ini menyebabkan pembaca tidak mengetahui segala ha yang tidak diungkapkan oleh sang narrator. Keuntungan dari teknik ini dalah pembaca merasa menjadi bagian dari cerita.
2. Orang kedua: teknik yang banyak menggunakan kata ‘kamu’ atau ‘anda’. Teknik ini jarang sipakai karena memaksa pembaca untuk mampu berperan serta dalam cerita.
3. Orang ketiga: cerita dikisahkan mnggunakan kata ganti orang ketiga, seperti:mereka dan dia.

k. Teknik Penggunaan Bahasa
Dalam menuangkan idenya, penulis biasa memilih kata-kata yang dipakainya sedemikian rupa sehingga segala pesannya sampai kepada pemabaca. Selain itu, teknik penggunaan bahasa yang baik juga membuat tuisan menjadi indah dan mudah dikenang. Teknik berbahasa ini misalnya menggunakan majas, idiom, dan peribahasa.

5.2 Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik sebuah karya sasta dari luarnya menyangkut aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain. Tidak ada sebuah karya sastra yang tumbuh otonom, tetapi selalu pastibewrhubungan secara ekstrinsik dengan luar sastra, dengan sejumlah faktor kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan llingkungan, pembaca sastra, serta kejiwaan mereka. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa unsur ekstrinsik ialah unsur yang membentuk karya sastra dari luar sastra itu sendiri. Untuk melakukan pendekatan terhadap unsur ekstrinsik , diperlukan bantuan ilmu-ilmu kerabat seperti sosiologi, psikologi,filsafat, dan lain-lain.
Menurut Tuhusetya (2007), sebuah karya sastra yang baik mustahil dapat menghindarkan dari dimensi kemanusiaan. Kejadia-kejadian yang terjadi dalam masyarakat pada umumnyadijadikan seumbner ilham, bagi para sastrawan untuk membuat suatu karya sastra.
Seorang sastrawan mamiliki penalaran tinggi, mata batin yang tajam, dan memiliki daya intuitif yang peka. Kelebihan-kelebihan itu jarang sekali ditemukan pada orang awam. Dalam hal ini, karya sastra yang lahir pun akan diwarnai oleh latar belakang sosiokultural yang melingkupi kehidupan sastrawannya.
Suatu keabsahan jika dalam karya sastra terdapat unsur-unsur ekstrinsik yang turut mewarnai karya sastra. Unsur-unsur ekstrinsik yang dimaksud seperti filsafat, psikologi, religi gagasan, pendapat, sikap, keyakinan, dan visi lain dari pengarang dalam memandang dunia. Karena unsur-unsur ekstrinsik itulayh yang menyebabkan karya sastra tidak mung terhindar dari amanat, tendensi, unsur mendidik, dan fatwa tentang makna kearifan hidup yang ingin disampaikan kepada pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Agni, Binar. 2009. Sastra Indonesia Lengkap. Jakarta: Hi-Fest Publishing.
Arifin, Zaenal E. 2006. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akedemika Pressindo.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media Presinfo.
http://21eper.multiply.com/journal/item/40/unsur-ekstrensik-dalam-puisi
http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/home-sastra-teater-penaku-pengertian-fungsi-dan-ragam-sastra/
Mahayana, Maman S. 2007. Ekstrinsikalitas Sastra Indonesia. Jakarta:PT. Raja Grafindo persada

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyusun makalah bahasa Indonesia yang berjudul “Sastra”. Makalah ini disusun berdasarkan sebagai syarat menempuh mata kuliah bahasa Indonesia Keilmuan tahun pelajaran 2009.
Saya menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat saya harapkan demi perbaikan kedepannya. Akhir kata saya ucapkan terimakasih, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Metro, 06 Desember 2009

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PENGERTIAN SASTRA 3
2.1 Pengertian Sastra 3
2.2 Fungsi Sastra 3
BAB III RAGAM SASTRA 5
3.1 Pantun 5
3.2 Puisi 5
3.3 Sajak 6
3.4 Peribahasa 9
3.5 Majas 8
BAB IV PERKEMBANGAN SASTRA 10
4.1 Pujangga Lama 10
4.2 Sastra Melayu Lama 10
4.3 Angkatan Balai Pustaka 11
4.4 Pujangga Baru 12
4.5 Angkatan ’45 14
4.6 Angkatan 50-an 16
4.7 Angkatan 66 – 70-an 18
4.8 Dasawarsa 80-an 20
BAB V UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK 22
5.1 Unsur Intrinsik 22
5.2 Unsur Ekstrinsik 29
DAFTAR PUSTAKA

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Dalam Menempuh Mata Kuliah Bahasa Indonesia

BAB I
TEKNIK MEMBECA CEPAT

A. Hambatan Membaca cepat
Karena berbagai kemungkinan mencoba berusaha untuk dapat membaca cepat. Berbagai usaha tlah dilakukan tetapi belum berhasil. Padahal setiap orang berpotensi untuk dapat membaca cepat. Ada beberapa kedalahan yang umumnya dilakukan orang ketika membaca cepat, antara lain.
1. Sub Vokalisasi
Kesalahan sub vokalisasi ini dimaksud adalah ketika membaca mulut dan hati sama-sama ikut berujar. Biasanya kendala ini muncul ketika terbiasa mengulang bacaan. Mengeluarkan suara atau membaca dalamhati. Menurut pakar membaca cepat kebiasaan membaca seperti ini disebabkan oleh kesalahan metode yang kita gunakan ketika pada masa kecil belajr membaca.
2. Finger Panting
Kebiasaan membaca menggunakan penunjuk seperti ini merupakan kedalahan dalam membaca yang disebut finger panting. Dalam perkembangan para pakar membaca cepat justru membolehkan teknik membaca cepat menggunakan pointer/petunjuk. Alasannya adalah menggunakan petunjuk atau jari tangan dalam membaca justru dapat meningkatkan konsentras dalam mempercepat proses membaca. Karena dapat langsung mengarahkan mata pada bahan bacaan.
3. Regratio
Secara tidak sadar membaca kadang-kadang mata tertuju poada kata-kata atau kalimat yang suadah di baca. Ada kalanya ketika membaca pikiran kita hal lain di luar isi bacaan. Cara seperti inilah yang dapat berakibat pada peningkatan mata kita tidak konsen pada bahan bacaan kalimat sehingga membaca menjadi lamban. Kebiasaan salah dalam membaca ini disebut regretio.
4. Back Skippin
Ketika membaca secara tidak sadar kadang-kadang kita mengulang-ulang bahan bacaan (kata atau kalimat) sebelum topik bacaan yang dibaca diselesaikan. Cara ini merupakan kesalahn membaca yang disebut back spin. Cara seperti ini dapat mengakibatkan penglihatan mata kita terhadap bahan bacaan menjadi lamban, sehingga sulit melakukan speed reading.

B. Model Membaca Cepat
Sebelum berlatih membaca cepat, kita harus paham beberapa model membaca cepat. Ada tiga model yang dapat digunaskan dalam membaca cepat, yaitu:
1. Model Line by Line
Model line by line atau sering disebut model garis per garis. Membaca model ini kalimat (kata) dalam bahan bacaan secara berurutan. Model ini biasanya digunakan untuk bacaan yang bersifat padat, materi bacaan yang relative baru (masih asing), atau banyak menggunakan kata-kata autu istilah asing.
2. Model Spiral
Model cepat model spiral, ketika membaca bacaan yang dibaca tidak seluruh isi bacaan dibacanya, tetapi dibasca secara gigzag seperti spiral. Penggabungan kata-kata atau kalimat dalam bacaan menggunakan rasio dan pemikiran kita. Sehingga kita menyimpulkan sendiri dari kata-kata kunci yang dibaca.
3. Model Melingkar
Model meligkar atau membaca kaa kunci, pembaca tidak membaca semua kata atau kalimat dalam bacaaan tetapi dicari kata kunci (key word). Kata-kata kunci ini menjadi acuan untuk memahami isi bacaan dan dihubungkan melalui logika dan pemikiran si pembaca. Model ini biasanya digunakan untuk membaca informasi yang sifatnya ringan. Misalnya: Koran, majalah, dl.

C. Teknik Membaca Cepat
Untuk dapat membaca cepat memang perlu teknik tertentu. Secara umum ada dua teknik membaca, yaitu:
1. Teknik Scanning
Teknik membaca scanning adalah membaca suatu informsi dimana bacaan tersebut dibaca secara loncat-loncat dengan melibatkan asosiasi dan imajinasi, sehingga dalam memahami bacaan tersebut kita dapat menghubungkan kalimat yang satu dengan kata-kata sendiri.
2. Teknik Skimming
Teknik membaca skimming adalah membaca secara garis besar (sekilas) untuk mendapatkan gambaran umum isi buku. Teknik ini biasanya dilakukan ketika mencari sesuatu yang khusus dalam teks.

D. Langah Membaca Cepat
Sebelum melatih membaca, perlu dipahami beberapa langkah membaca cepat, yaitu:
1. Langkah Pertama adalah Persiapan
Tahap Persiapan ini dimulai dengan memembaca judul-judul yang ditafsirkan dengan asosiasi dan imajinasi serta pengalaman yang telah dialami. Hubungan penglaman atau wawasan dengan judul bahan bacaan yang akan dibaca. Kemudian yang perlu diperhatikan lagi yaitu huruf cetak tebal atau huruf miring. Huruf yang dicetak berbeda inimelambangkan kata atau kalimat penting dalam isi bacaan. Langkah selanjutnya adalah membaca aleniaawal dan akhir.
2. Langkah Kedua adalah Pelaksanaan
Jika telah melaksanakan tahap persiapan, maka sudah dapat membayangkan gabaran umum isi bacaan dalam buku yang akan dibaca. Selanjutnya dapat melalui mambaca cepat dengan menggunakan dua tenik yaitu scaning dan skimming.

E. Latihan Membaca Cepat
Untuk menguasai ketrampiulan membaca cepat, perlu adanya:
1. Melatih Otot Otak Mata
Otot mata dapat dilakukan dengan gerakan bola mata dalam keadaan.
2. Melatih Pheripel Mata
Melatih pheripel mata dapat dilakukan dengan cara pandangan mata mengikuti gerakan petunjuk de depan mata. Tujuannya agar mata dapat menggeleng-gelengkan kepala. Karena jika menggelengkan kepala bakal dapat mengganggu atau menghambat membaca cepat.
3. Melatih Pernafasan
Melatih pernafasan dapat dilakukan dengan cara terik nafas panjang keluarkan secara perlahan.

BAB II
FRASE, KLAUSA, Dan KALIMAT

A. Frase
Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua buah kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Misalnya: akan datang, kemarin pagi, yang sedang menulis.
Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat, yaitu;
a. Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih.
b. Frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya frase itu selalu terdapat dalam satu fungsi klausa yaitu: S, P, O, atau K.
Macam-macam frase:
a. Frase Endosentrik
Frase endodentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Frase endosentrik yang dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu:
1. Frase Endosentrik yang Koordinatif, yaitu: frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung.
Misalnya: kakek-nenek
Laki bini
2. Frase Endosentrik yang Atribiutif, yaitu frase yang terrsiri unsur-unsur yang tidak setara. Karena itu, unsur-unsurnya tidak mungkin dihubungkan.
Misalnya: Perjalanan panjang
3. Frase Endosentrik yang Apositif: frase yang atributnya berupa aposisi/keterangan tambahan.
Misalnya: Susi, anak Pak Saleh
b. Frase Eksosentrik
Frase eksosentrik ialah frase yang tifak mempunyai distribusi yang samadengan unsurnya.
Misalnya:
Siswa kelas 1 A sedangkan bergotong royong di dalam kelas.
Frase di dalam kelas tidek mempunyai distribusiyang sama dengan unsurnya.
Ketidaksamaan tidak dapat dilihat dari jajaran berikut:
Siswa kelas 1 A sedang bergotong-royong di ….
Siswa kelas 1 A sedang bergotong royong …. Kelas
c. Frase Nominal, frase Verbal, frase Bilangan, frase Keterangan.
1. Frase Nominal: frase yang memiliki distributive yang sama dengan kata nominal.
Misalnya: baju baru, rumah sakit.
2. Frase Verbal: frase yeng mempunyai distributive yang sama dengan golongan kata verbal.
Misalnya: akan berlayar.
3. Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan.
Misalnya: dua butir telur, sepuluh keeping.
4. Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata keterangan.
Misalnya: tadi pagi, besok sode.
5. Frase Depan: frase yang terdiri dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase sebagai aksinnya.
Misalnya: di halaman sekolah, dari desa.
d. Frase Ambigu
Frase ambigu artinya kegandaan makna yang menimbulkan keraguan atau mengaburkan maksud kalimat. Makna ganda seperti itu disebut ambigu.
Misalnya: perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat mamaku bekerja, berbnaik hati mau melunaskan semua tunggakan sekolahku.
Frase perancangan busanan wanita dapat menimbulkan pengertian ganda:
1. Perancangan busana yang berjenis kelamin wanita.
2. Perancangan yang menciptakan moel busana untuk wantia.

B. Klausa
Klausa adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memiliki potensi untuk menjadi kalimat.
Unsur inti klausa adalah subjek (S) dan predikat (P).
Penggolongan klausa:
1. Berdasarkian unsur intinya.
2. Berdasarkan ada tidaknya kata negative yang secara gramatik menegatifkan predikat.
3. Berdasarkan kategoti kata atau frase yang menduduki fungsi predikat.

C. Kalimat
a. Pengertian.
Kalimat adalah satuan bahasa dari dua kata atau lebihj yang mengandung pikiran yang lengkap dan punya pola intonasi akhir.
Contoh: Ayah membaca koran di teras belakang.
b. Pola-pola Kalimat.
Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu.
1. Pola Kalimat I = kata benda-kata kerja
contoh: Adik menangis. Anjing dipukul.
Pola kalimat I disebut kalimat Verbal.
2. Pola Kalimat II = kata benda-kata sifat
contoh: Anak malas. Gunung tinggi.
Pola kalimat II disebut pola kalimat atributif.\
3. Pola Kalimat III = kata benda-kata benda
contoh: Bapak pengarang. Paman guru.
Pola piikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini mengandung kata kerja Bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan.
4. Pola kalimat IV (pola tambahan) = kata benda-adverbial
Contoh: ibu ke pasar. Ayah dari kantor.
Pola kaimat IV disebut kalimat adverbal.

D. Jenis Kalimat
1. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti pembentukan kaila\t 9subjek dan predikat) dan boleh diperluas dengan salah satuatau lebih unsu-unsur tambahan (objek dan keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola kalimat baru.
Kalimat Tunggal Susunan Pola Kalimat
Ayah Merokok
Adik minum susu
Ibu menyimpan uang di dalam laci S-P
S-P-O
S-P-O-K


2. Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kamimat-kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih . Kalimat majemuk dapat terjadi dari:
a. Sebuah kalimat tunggal yang bagian-hbagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu membentuk satui atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada.
Misalnya: Anak itu membaca puisi. (kalimat unggal)
Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca puisi.
(subejek pada kalimat pertama diperluas)
b. Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat yang baru mengandung dua atau lebih pola kalimat.
Misalnya: Susi menuluis surat (kalimat tunggal I)
Bapak membaca Koran (kalimat tunggal II)
Susi menulis surat dan bapak membaca Koran.
Berdasarkan sifat hubungnnya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat, dan kelimat majemuk campuran.
1) Kalimat Majemuk Setara
Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antara pola-pola kalimatnya sederajat. Kalimat majemuk terdiri atas:
a. Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasnanya menggunakan kata-kata tugas: dan, serta, lagi pula, dan sebagainya.
Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat pandai.
b. Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.
Misalnya: bapak minum the atau bsapak makan nasi.
c. Kalimat majemuk setara perlawanan. Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan.
Misalnya: Dia sangat rajin, tetapiu adiknya sangat pemalas.
2) Kalimat majemuk bertingkat.
Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga membentuk kalimat baru yang disebut anak kalimat. Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat yang mengalami perluasan dikenal adanya:
a. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti subjek.
Misalnya: Diakuinya hal itu
P S
Diakuinya bahwa ia yang memukul anak itu.
anak kalimat pengganti subjek
b. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti predikat.
Misalnya: Katanya begitu
Katanya bahwa ia tidak sengaja menjatuhjkan gelas itu.
anak kalimat pengganti predik
c. Kaimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti objek.
Misalnya: Mereka sudah Mengetahui hai itu
S P O
Mereka sudah mengetahuio bahwa saya mengambilnya.
Anak kalimat pengganti objek
d. Kaliumat majemuk bertingkat dengan anak kaliamat pengganti keterangan.
Misalnya: Ayah pulang malam hari
S P K
Ayah pulang ketika kami makan malam
Anak kalimat pengganti keterangan
3) Kalimat majemuk campuran
Kalimat mejemuk campuran adalah kalimat majmuk hyasi perluasan atau hasi gabungan beberapa kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya terdiri atas tida pola kalimat.
Misalnya: ketika ia duduk minum-minum, datang seorang pemuda berpakaian bagus, dan menggunakan kendaraan roda empat.
Ketika ia duduk minum-minum
Pola atasan
Dan seorang pemuda berpakaian bagus
Pola bawahan I
Datang menggunakan kendaraan roda empat
Pola bawahan II
3. Kalimat Inti,kalimat luas, dan transformasi
a. Kalimat Inti
Kalimat inti adalah kalimat mayor yang hanya terdiri atas dua kata dan sekaligus menjadi inti kalimat.
Ciri-ciri kalimat inti:
1) hanya terdirti atas dua kata
2) kedua kata itu sekaligus menjadi inti kalimat
3) tata urutannya adalah subjek mendahului predikat.
4) Intonasinya adalah intonasi “berita yang netral”. Artinya: tidak boleh menyebabkan perubahamn atau pergeseran makna laksikalnya.
b. Kalimast Luas
Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah diperluas dengan kata-katabaru sehingga tidak hanya terdiri dari dua kata, tetapi lebih.
c. Kalimat Transformasi
Kalimat transformasi merupakan kalimat inti yang sudah mengalami perubahan atas keempat syarat di atas yang berarti mencakup juga kalimat luas. Namun kalimat transformasi belumtentu kalimat luas.
Contoh kalimat inti, luas, dan transformasi.
a. Kalimat inti. Contoh: Adik menangis
b. Kalimat luas. Contoh: Radha, Arief, Shinta, Mamas dan Mila sedang belajar dengan serius, sewaktu pelajaran matematika.
c. Kalimat Transformasi, contoh
 Dengan penambahan jumlah kata tanpa menambah jumlahinti, sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis tersedu-sedu kemarin pagi.
 Dengan pengambahan jumlah inti sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis dan merengek kepada ayah untuk dibelikan computer.
 Engan peruahan kata urut kata. Contoh: Menangis adik.
 Dengan perubahan intonasi. Ontoh: Adik menangis?
4. Kalimat Mayor dan Minor
a. Kalimat mayor
Kalimat mayor adalah kjalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur inti.
Contoh: Amir mengambil buku itu.
Arif ada di laboratorium.
b. Kalimat Minor
Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Diam!
Sudah Siap?
Pergi!
Yang baru!
Kalimat-kalimat di atas mengandung datu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Amir mengambil.
Arif ada .
Karena terdapat dua inti, kalimat tersebut disebut kalimat mayor.

5. Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat berisikan gagasan pembicara atauy penulis secara singkat, jelas, dan tepat.
Jelas : berarti mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca.
Singkat : hemat dalam pemakaian atau pemiulihan akata-kata.
Tepat : sesuai dengan kaidah yang berlaku.
6. Kalimat Tidak Efektif
Kalimat tidak efektif adalah kalimat yang tidak memiliki atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada kalimat efektif.

7. Sebab-sebab ketidakefektifan Kalimat
1. Kontaminasi= merancukanm 2 struktur benar I struktur salah.
Contoh :
Diperlebar, dilebarkan diperlebarkan (salah)
Memperkuat, menguatkan memperkuatkan (salah)
2. Pleonasme=berlebihan, tumpang tindih
contoh:
para hadirin (hadirin sudah jamak, tidak perlu para)
para bapak-bapak (baapak-bapak sudah jamak)
3. Tidak memiliki subjek
contoh:
buah mangga mengandung vitamin C. (SPO) (benar)
di dalam buah mangga mengandung vitamin C. (KPO) (salah)
4. Adanya kata depan yang tidak perlu
contoh:
perkembangan daripada teknologi informasi sangat pesat.
5. Salah nalar
contoh:
waktu dan tempat dipersilahkan. (siapa yang dipersilahkan)
6. Kesalahan pembetukan kata
contoh:
mengenyampingkan seharusnya mengasampingkan
7. Pengaruh bahasa asing
contoh:
Rumah dimana ia tinggal… (the house where he lives…) (seharusnya tempat)

8. Pengaruh bahasa daerah
contoh:
spada hadir. (Jawa: wes padha teka) )(seharusnya sudah hadir)

E. Konjugasi
Kojugasi antarklausa, antarkalimat, dan antarparagraf.
Konjugasi atau kata sambung adalah kata-kata yang menghubungkan bagian-bagian kalimat, menghubungkan antarkalimat, antarklausa, antarkata, dan antarparagraf.
1. Konjugasi antarklausa
a. Yang sederajat: dan, atau. tetapi, lau, kemudian.
b. Yang tidak sederajat: ketika, bahwa, karena, merkipun, jika, apabila.
2. Konjugasi antarkalimat: akan tetapi, oleh karena itu, jadi, dengan demikian.
3. Konjugasi antarparagraf: selain itu, azdapun, namun.

DAFTAR PUSTAKA


Alsjahhana, S. Takdir. 1960. Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia Jilid 1 dan 2. Djakarta: Pustaka Rakyat.
Arifin, Zaenal E. 2006. Cerat Bahasa Indonesia. Jakarta: Akaedika Preinda
Chaer, Abdul. 2003. Seputar Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Depdikbud. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
http://indonesia.wordpress.com/bahasa-bahas/frase-klausa-dan-kalimat/
kencono, Desy Retno. 1992. Apresiasi Bahasa Indonesia. Surabaya: Kendang Sari.
Keraf, Gorys. 1980. Komposisi Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende, flores: Nusa Indah.

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah bahasa Indonesia, mungkin masih ada kesalahan dan kekurangannya. Tugas pembuatan makalah ini dibuat sebagai tugas mandiri pendidikan Bahasa Indonesia.
Kritik dan saran dari semua pihat terutama pada rekan-rekan yang membaca yang sifatnya membangun kami terima dengan senang hati dan tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu penulisan malah ini sehingga makalah ini terselesaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Metro, Desember 2009

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFAR ISI iii
BAB I TEKNIK MEMBACA CEPAT 1
A. Hambatan Membaca Cepat 1
B. Model Membaca Cepat 2
C. Teknik Membaca Cepat 3
D. Langkah membaca Cepat 4
E. Latihan membaca cepat 5
BAB II FRASE, KLAUSA, DAN KALIMAT 6
A. Frase 6
B. Klasusa 8
C. Kalimat 9
D. Jenis Kalimat 10
E. Konjungsi 18
DAFTAR PUSTAKA

TUGAS MANDIRI BAHASA INDONESIA KEILMUAN

BAB I
TEKNIK MEMBECA CEPAT

A. Hambatan Membaca cepat
Karena berbagai kemungkinan mencoba berusaha untuk dapat membaca cepat. Berbagai usaha tlah dilakukan tetapi belum berhasil. Padahal setiap orang berpotensi untuk dapat membaca cepat. Ada beberapa kedalahan yang umumnya dilakukan orang ketika membaca cepat, antara lain.
1. Sub Vokalisasi
Kesalahan sub vokalisasi ini dimaksud adalah ketika membaca mulut dan hati sama-sama ikut berujar. Biasanya kendala ini muncul ketika terbiasa mengulang bacaan. Mengeluarkan suara atau membaca dalamhati. Menurut pakar membaca cepat kebiasaan membaca seperti ini disebabkan oleh kesalahan metode yang kita gunakan ketika pada masa kecil belajr membaca.
2. Finger Panting
Kebiasaan membaca menggunakan penunjuk seperti ini merupakan kedalahan dalam membaca yang disebut finger panting. Dalam perkembangan para pakar membaca cepat justru membolehkan teknik membaca cepat menggunakan pointer/petunjuk. Alasannya adalah menggunakan petunjuk atau jari tangan dalam membaca justru dapat meningkatkan konsentras dalam mempercepat proses membaca. Karena dapat langsung mengarahkan mata pada bahan bacaan.
3. Regratio
Secara tidak sadar membaca kadang-kadang mata tertuju poada kata-kata atau kalimat yang suadah di baca. Ada kalanya ketika membaca pikiran kita hal lain di luar isi bacaan. Cara seperti inilah yang dapat berakibat pada peningkatan mata kita tidak konsen pada bahan bacaan kalimat sehingga membaca menjadi lamban. Kebiasaan salah dalam membaca ini disebut regretio.
4. Back Skippin
Ketika membaca secara tidak sadar kadang-kadang kita mengulang-ulang bahan bacaan (kata atau kalimat) sebelum topik bacaan yang dibaca diselesaikan. Cara ini merupakan kesalahn membaca yang disebut back spin. Cara seperti ini dapat mengakibatkan penglihatan mata kita terhadap bahan bacaan menjadi lamban, sehingga sulit melakukan speed reading.

B. Model Membaca Cepat
Sebelum berlatih membaca cepat, kita harus paham beberapa model membaca cepat. Ada tiga model yang dapat digunaskan dalam membaca cepat, yaitu:
1. Model Line by Line
Model line by line atau sering disebut model garis per garis. Membaca model ini kalimat (kata) dalam bahan bacaan secara berurutan. Model ini biasanya digunakan untuk bacaan yang bersifat padat, materi bacaan yang relative baru (masih asing), atau banyak menggunakan kata-kata autu istilah asing.
2. Model Spiral
Model cepat model spiral, ketika membaca bacaan yang dibaca tidak seluruh isi bacaan dibacanya, tetapi dibasca secara gigzag seperti spiral. Penggabungan kata-kata atau kalimat dalam bacaan menggunakan rasio dan pemikiran kita. Sehingga kita menyimpulkan sendiri dari kata-kata kunci yang dibaca.
3. Model Melingkar
Model meligkar atau membaca kaa kunci, pembaca tidak membaca semua kata atau kalimat dalam bacaaan tetapi dicari kata kunci (key word). Kata-kata kunci ini menjadi acuan untuk memahami isi bacaan dan dihubungkan melalui logika dan pemikiran si pembaca. Model ini biasanya digunakan untuk membaca informasi yang sifatnya ringan. Misalnya: Koran, majalah, dl.

C. Teknik Membaca Cepat
Untuk dapat membaca cepat memang perlu teknik tertentu. Secara umum ada dua teknik membaca, yaitu:
1. Teknik Scanning
Teknik membaca scanning adalah membaca suatu informsi dimana bacaan tersebut dibaca secara loncat-loncat dengan melibatkan asosiasi dan imajinasi, sehingga dalam memahami bacaan tersebut kita dapat menghubungkan kalimat yang satu dengan kata-kata sendiri.
2. Teknik Skimming
Teknik membaca skimming adalah membaca secara garis besar (sekilas) untuk mendapatkan gambaran umum isi buku. Teknik ini biasanya dilakukan ketika mencari sesuatu yang khusus dalam teks.

D. Langah Membaca Cepat
Sebelum melatih membaca, perlu dipahami beberapa langkah membaca cepat, yaitu:
1. Langkah Pertama adalah Persiapan
Tahap Persiapan ini dimulai dengan memembaca judul-judul yang ditafsirkan dengan asosiasi dan imajinasi serta pengalaman yang telah dialami. Hubungan penglaman atau wawasan dengan judul bahan bacaan yang akan dibaca. Kemudian yang perlu diperhatikan lagi yaitu huruf cetak tebal atau huruf miring. Huruf yang dicetak berbeda inimelambangkan kata atau kalimat penting dalam isi bacaan. Langkah selanjutnya adalah membaca aleniaawal dan akhir.
2. Langkah Kedua adalah Pelaksanaan
Jika telah melaksanakan tahap persiapan, maka sudah dapat membayangkan gabaran umum isi bacaan dalam buku yang akan dibaca. Selanjutnya dapat melalui mambaca cepat dengan menggunakan dua tenik yaitu scaning dan skimming.

E. Latihan Membaca Cepat
Untuk menguasai ketrampiulan membaca cepat, perlu adanya:
1. Melatih Otot Otak Mata
Otot mata dapat dilakukan dengan gerakan bola mata dalam keadaan.
2. Melatih Pheripel Mata
Melatih pheripel mata dapat dilakukan dengan cara pandangan mata mengikuti gerakan petunjuk de depan mata. Tujuannya agar mata dapat menggeleng-gelengkan kepala. Karena jika menggelengkan kepala bakal dapat mengganggu atau menghambat membaca cepat.
3. Melatih Pernafasan
Melatih pernafasan dapat dilakukan dengan cara terik nafas panjang keluarkan secara perlahan.

BAB II
FRASE, KLAUSA, Dan KALIMAT

A. Frase
Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua buah kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Misalnya: akan datang, kemarin pagi, yang sedang menulis.
Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat, yaitu;
a. Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih.
b. Frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya frase itu selalu terdapat dalam satu fungsi klausa yaitu: S, P, O, atau K.
Macam-macam frase:
a. Frase Endosentrik
Frase endodentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Frase endosentrik yang dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu:
1. Frase Endosentrik yang Koordinatif, yaitu: frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung.
Misalnya: kakek-nenek
Laki bini
2. Frase Endosentrik yang Atribiutif, yaitu frase yang terrsiri unsur-unsur yang tidak setara. Karena itu, unsur-unsurnya tidak mungkin dihubungkan.
Misalnya: Perjalanan panjang
3. Frase Endosentrik yang Apositif: frase yang atributnya berupa aposisi/keterangan tambahan.
Misalnya: Susi, anak Pak Saleh
b. Frase Eksosentrik
Frase eksosentrik ialah frase yang tifak mempunyai distribusi yang samadengan unsurnya.
Misalnya:
Siswa kelas 1 A sedangkan bergotong royong di dalam kelas.
Frase di dalam kelas tidek mempunyai distribusiyang sama dengan unsurnya.
Ketidaksamaan tidak dapat dilihat dari jajaran berikut:
Siswa kelas 1 A sedang bergotong-royong di ….
Siswa kelas 1 A sedang bergotong royong …. Kelas
c. Frase Nominal, frase Verbal, frase Bilangan, frase Keterangan.
1. Frase Nominal: frase yang memiliki distributive yang sama dengan kata nominal.
Misalnya: baju baru, rumah sakit.
2. Frase Verbal: frase yeng mempunyai distributive yang sama dengan golongan kata verbal.
Misalnya: akan berlayar.
3. Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan.
Misalnya: dua butir telur, sepuluh keeping.
4. Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata keterangan.
Misalnya: tadi pagi, besok sode.
5. Frase Depan: frase yang terdiri dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase sebagai aksinnya.
Misalnya: di halaman sekolah, dari desa.
d. Frase Ambigu
Frase ambigu artinya kegandaan makna yang menimbulkan keraguan atau mengaburkan maksud kalimat. Makna ganda seperti itu disebut ambigu.
Misalnya: perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat mamaku bekerja, berbnaik hati mau melunaskan semua tunggakan sekolahku.
Frase perancangan busanan wanita dapat menimbulkan pengertian ganda:
1. Perancangan busana yang berjenis kelamin wanita.
2. Perancangan yang menciptakan moel busana untuk wantia.

B. Klausa
Klausa adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memiliki potensi untuk menjadi kalimat.
Unsur inti klausa adalah subjek (S) dan predikat (P).
Penggolongan klausa:
1. Berdasarkian unsur intinya.
2. Berdasarkan ada tidaknya kata negative yang secara gramatik menegatifkan predikat.
3. Berdasarkan kategoti kata atau frase yang menduduki fungsi predikat.

C. Kalimat
a. Pengertian.
Kalimat adalah satuan bahasa dari dua kata atau lebihj yang mengandung pikiran yang lengkap dan punya pola intonasi akhir.
Contoh: Ayah membaca koran di teras belakang.
b. Pola-pola Kalimat.
Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu.
1. Pola Kalimat I = kata benda-kata kerja
contoh: Adik menangis. Anjing dipukul.
Pola kalimat I disebut kalimat Verbal.
2. Pola Kalimat II = kata benda-kata sifat
contoh: Anak malas. Gunung tinggi.
Pola kalimat II disebut pola kalimat atributif.\
3. Pola Kalimat III = kata benda-kata benda
contoh: Bapak pengarang. Paman guru.
Pola piikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini mengandung kata kerja Bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan.
4. Pola kalimat IV (pola tambahan) = kata benda-adverbial
Contoh: ibu ke pasar. Ayah dari kantor.
Pola kaimat IV disebut kalimat adverbal.

D. Jenis Kalimat
1. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti pembentukan kaila\t 9subjek dan predikat) dan boleh diperluas dengan salah satuatau lebih unsu-unsur tambahan (objek dan keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola kalimat baru.
Kalimat Tunggal Susunan Pola Kalimat
Ayah Merokok
Adik minum susu
Ibu menyimpan uang di dalam laci S-P
S-P-O
S-P-O-K


2. Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kamimat-kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih . Kalimat majemuk dapat terjadi dari:
a. Sebuah kalimat tunggal yang bagian-hbagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu membentuk satui atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada.
Misalnya: Anak itu membaca puisi. (kalimat unggal)
Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca puisi.
(subejek pada kalimat pertama diperluas)
b. Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat yang baru mengandung dua atau lebih pola kalimat.
Misalnya: Susi menuluis surat (kalimat tunggal I)
Bapak membaca Koran (kalimat tunggal II)
Susi menulis surat dan bapak membaca Koran.
Berdasarkan sifat hubungnnya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat, dan kelimat majemuk campuran.
1) Kalimat Majemuk Setara
Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antara pola-pola kalimatnya sederajat. Kalimat majemuk terdiri atas:
a. Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasnanya menggunakan kata-kata tugas: dan, serta, lagi pula, dan sebagainya.
Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat pandai.
b. Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.
Misalnya: bapak minum the atau bsapak makan nasi.
c. Kalimat majemuk setara perlawanan. Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan.
Misalnya: Dia sangat rajin, tetapiu adiknya sangat pemalas.
2) Kalimat majemuk bertingkat.
Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga membentuk kalimat baru yang disebut anak kalimat. Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat yang mengalami perluasan dikenal adanya:
a. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti subjek.
Misalnya: Diakuinya hal itu
P S
Diakuinya bahwa ia yang memukul anak itu.
anak kalimat pengganti subjek
b. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti predikat.
Misalnya: Katanya begitu
Katanya bahwa ia tidak sengaja menjatuhjkan gelas itu.
anak kalimat pengganti predik
c. Kaimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti objek.
Misalnya: Mereka sudah Mengetahui hai itu
S P O
Mereka sudah mengetahuio bahwa saya mengambilnya.
Anak kalimat pengganti objek
d. Kaliumat majemuk bertingkat dengan anak kaliamat pengganti keterangan.
Misalnya: Ayah pulang malam hari
S P K
Ayah pulang ketika kami makan malam
Anak kalimat pengganti keterangan
3) Kalimat majemuk campuran
Kalimat mejemuk campuran adalah kalimat majmuk hyasi perluasan atau hasi gabungan beberapa kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya terdiri atas tida pola kalimat.
Misalnya: ketika ia duduk minum-minum, datang seorang pemuda berpakaian bagus, dan menggunakan kendaraan roda empat.
Ketika ia duduk minum-minum
Pola atasan
Dan seorang pemuda berpakaian bagus
Pola bawahan I
Datang menggunakan kendaraan roda empat
Pola bawahan II
3. Kalimat Inti,kalimat luas, dan transformasi
a. Kalimat Inti
Kalimat inti adalah kalimat mayor yang hanya terdiri atas dua kata dan sekaligus menjadi inti kalimat.
Ciri-ciri kalimat inti:
1) hanya terdirti atas dua kata
2) kedua kata itu sekaligus menjadi inti kalimat
3) tata urutannya adalah subjek mendahului predikat.
4) Intonasinya adalah intonasi “berita yang netral”. Artinya: tidak boleh menyebabkan perubahamn atau pergeseran makna laksikalnya.
b. Kalimast Luas
Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah diperluas dengan kata-katabaru sehingga tidak hanya terdiri dari dua kata, tetapi lebih.
c. Kalimat Transformasi
Kalimat transformasi merupakan kalimat inti yang sudah mengalami perubahan atas keempat syarat di atas yang berarti mencakup juga kalimat luas. Namun kalimat transformasi belumtentu kalimat luas.
Contoh kalimat inti, luas, dan transformasi.
a. Kalimat inti. Contoh: Adik menangis
b. Kalimat luas. Contoh: Radha, Arief, Shinta, Mamas dan Mila sedang belajar dengan serius, sewaktu pelajaran matematika.
c. Kalimat Transformasi, contoh
 Dengan penambahan jumlah kata tanpa menambah jumlahinti, sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis tersedu-sedu kemarin pagi.
 Dengan pengambahan jumlah inti sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis dan merengek kepada ayah untuk dibelikan computer.
 Engan peruahan kata urut kata. Contoh: Menangis adik.
 Dengan perubahan intonasi. Ontoh: Adik menangis?
4. Kalimat Mayor dan Minor
a. Kalimat mayor
Kalimat mayor adalah kjalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur inti.
Contoh: Amir mengambil buku itu.
Arif ada di laboratorium.
b. Kalimat Minor
Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Diam!
Sudah Siap?
Pergi!
Yang baru!
Kalimat-kalimat di atas mengandung datu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Amir mengambil.
Arif ada .
Karena terdapat dua inti, kalimat tersebut disebut kalimat mayor.

5. Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat berisikan gagasan pembicara atauy penulis secara singkat, jelas, dan tepat.
Jelas : berarti mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca.
Singkat : hemat dalam pemakaian atau pemiulihan akata-kata.
Tepat : sesuai dengan kaidah yang berlaku.
6. Kalimat Tidak Efektif
Kalimat tidak efektif adalah kalimat yang tidak memiliki atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada kalimat efektif.

7. Sebab-sebab ketidakefektifan Kalimat
1. Kontaminasi= merancukanm 2 struktur benar I struktur salah.
Contoh :
Diperlebar, dilebarkan diperlebarkan (salah)
Memperkuat, menguatkan memperkuatkan (salah)
2. Pleonasme=berlebihan, tumpang tindih
contoh:
para hadirin (hadirin sudah jamak, tidak perlu para)
para bapak-bapak (baapak-bapak sudah jamak)
3. Tidak memiliki subjek
contoh:
buah mangga mengandung vitamin C. (SPO) (benar)
di dalam buah mangga mengandung vitamin C. (KPO) (salah)
4. Adanya kata depan yang tidak perlu
contoh:
perkembangan daripada teknologi informasi sangat pesat.
5. Salah nalar
contoh:
waktu dan tempat dipersilahkan. (siapa yang dipersilahkan)
6. Kesalahan pembetukan kata
contoh:
mengenyampingkan seharusnya mengasampingkan
7. Pengaruh bahasa asing
contoh:
Rumah dimana ia tinggal… (the house where he lives…) (seharusnya tempat)

8. Pengaruh bahasa daerah
contoh:
spada hadir. (Jawa: wes padha teka) )(seharusnya sudah hadir)

E. Konjugasi
Kojugasi antarklausa, antarkalimat, dan antarparagraf.
Konjugasi atau kata sambung adalah kata-kata yang menghubungkan bagian-bagian kalimat, menghubungkan antarkalimat, antarklausa, antarkata, dan antarparagraf.
1. Konjugasi antarklausa
a. Yang sederajat: dan, atau. tetapi, lau, kemudian.
b. Yang tidak sederajat: ketika, bahwa, karena, merkipun, jika, apabila.
2. Konjugasi antarkalimat: akan tetapi, oleh karena itu, jadi, dengan demikian.
3. Konjugasi antarparagraf: selain itu, azdapun, namun.

DAFTAR PUSTAKA


Alsjahhana, S. Takdir. 1960. Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia Jilid 1 dan 2. Djakarta: Pustaka Rakyat.
Arifin, Zaenal E. 2006. Cerat Bahasa Indonesia. Jakarta: Akaedika Preinda
Chaer, Abdul. 2003. Seputar Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Depdikbud. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
http://indonesia.wordpress.com/bahasa-bahas/frase-klausa-dan-kalimat/
kencono, Desy Retno. 1992. Apresiasi Bahasa Indonesia. Surabaya: Kendang Sari.
Keraf, Gorys. 1980. Komposisi Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende, flores: Nusa Indah.

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah bahasa Indonesia, mungkin masih ada kesalahan dan kekurangannya. Tugas pembuatan makalah ini dibuat sebagai tugas mandiri pendidikan Bahasa Indonesia.
Kritik dan saran dari semua pihat terutama pada rekan-rekan yang membaca yang sifatnya membangun kami terima dengan senang hati dan tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu penulisan malah ini sehingga makalah ini terselesaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Metro, Desember 2009

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFAR ISI iii
BAB I TEKNIK MEMBACA CEPAT 1
A. Hambatan Membaca Cepat 1
B. Model Membaca Cepat 2
C. Teknik Membaca Cepat 3
D. Langkah membaca Cepat 4
E. Latihan membaca cepat 5
BAB II FRASE, KLAUSA, DAN KALIMAT 6
A. Frase 6
B. Klasusa 8
C. Kalimat 9
D. Jenis Kalimat 10
E. Konjungsi 18
DAFTAR PUSTAKA

MAKALAH BAHASA INDONESIA PEMAKAIAN TANDA BACA

KATA PENGANTAR

Kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah swt. Yang maha Pengasih lagi maha penyayang berkat rahamt, hidayah, serta inayah Allah swt penulis dapat menyelesaikan makalah Bahasa Indonesia yang berjudul pengajaran menulis fiksi di sekolah dasar
Makalah bahasa Indonesia ini disusun dengna harapan dapat menjadi pelengkap bagi siswa mahasiswa dan calon guru sekolah dasar dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang sesuai dengan metode yang terus dikembangkan oleh pemerintah saat ini.
Penulis mengucapakan terima kasih kepada rektor IKIP Mataram, ketua jurusan dan dosen bahsa Indonesia Drs. H. Nasaruddin M Ali yang telah penulis dalam menyusun makalah Bahasa Indoensia ini
Penulis menyadari bahw penyusunan makalah ini masih perlu penyempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga keberadan makalah ini bermanfaat.

Praya, … Juli 2010


http://skripsi-ciwon.weebly.com



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 1
1.4 Manfaat 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Bahasa Pembelajaran Menulis fiksi 2
1.1 Bahan Pembelajaran Menulis Fiksi 2
1.2 Prinsip-prinsip pembelajaran menulis fiksi 4
1.3 Contoh fiksi anak-anak 7
B. Model-model pembelajaran menulis fiksi 10
1.1 Model-model pembelajaran menulis puisi 11
1.2 Model-model pembelajaran menulis cerpen 17
1.3 Model-model pembelajaran menulis drama 21
BAB III PENUTUP 25
3.1 Kesimpulan 25
3.2 Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 26


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Menulis fiksi pada hakekatnya menulis kreatif, yaitu menulis dengan maksud untuk mengungkapkan perasaan atau emosi, misalnya menulis puisi, cerpen dan drama.
Pembelajaran menulis fiksi perlu mendapatkan perhatian dari para guru SD karena mempunyai peran penting dalam mebantu siswa mengembangkan daya khayal dan kecerdasaran emosionalnya. Perkembangan kecerdasaran intelektual harus di barengi dengan perkembangan kecerdasan emosionalnya agar kelak mereka tidak hanya menjadi manusia yang cerdas otaknya saja melainkan juga menjadi manusia yang arip bijaksana.

1.2 Rumusan Masalah
A. Apa sajakah bahan pembelajaran menulis fiksi?
B. Bagaimankah prinsip-prinsip pembelajaran menulis fiksi
C. Sebutkan contoh fiksi anak-anak?
D. Apa sajakah model-model pembelajaran menulis puisi, cerpen dan drama?

1.3 Tujuan
Setelah mempelajari makalah ini, di harapkan dapat :
1. Memilih bahan pembelajaran menulis fiksi yang meliputi puisi, cerpen dan drama
2. Membuat model-model pembelajaran menuolis puisi, cerpen dan drama

1.4 Manfaat
Setelah mempelajarai makalah ini pembaca akan mengetahui apa itu menulis fiksi dan apa saja macam-macam tulisan fiksi itu.

BAB II

A. BAHAN PEMBELAJARAN MENULIS FIKSI
Menulis fiksi pada hakikantya menulis kreatif, yaitu menulis dengan maksud untuk mengungkapkan perasaan atau emosi, misalnya menulis pusi, cerpen, dan drama. Dengan dilaksanakannya pembelajaran menulis fiksi di kelas 3 – 6 SD diharapkan siswa mampu mengungkapkan daya emosionla yang sesuai dengan lingkungan budaya tempat mereka hidup.
Sesuai dengan tujuan dan pembelajaran yang tercantum dalam GBPP Bahasa Indonesia SD dari kurikulum Pendidikan Dasar tahun 1994, menulis kreatif yang akan dibahas dalam kegiatan belajar ini terbatas pada menulis puisi, cerpen, dan drama untuk kelas 3 – 6 SD. Pembahasanannya pun akan dibatasi pada bagiaman cara mengembnagkan bahan dan prinsip-prinsip yang melandasi pembelajarannya.

1.1 Bahan Pembelajaran Menulis Fiksi
Banyak ragam puisi, cerpen dan drama yang kita kenal. Tetapi puisi, sastra yang sederhana, yang dapat dijadikan sebagai wadah pengungkapan perasaan atau emosi siswa SD yang bisa disebut puisi, cerpen, dan drama anak-anak. Dinamakan puisi cerpen dan drama anak-anak, karena bentuk-bentuk tulisan itu memiliki ciri-ciri khusus, yaitu bentuknya sederhana, kalimat-kalimatnya lugas dan pendek-pendek, isinya tidak berbelit-belit dan mudah ditangkap. Drama yang ditulis anak-anak berupa dialog sederhana sesuai dengan apa yang merka lakukan dalam kesehariannya.
Bahan pembelajraan menulis fiksi untuk kelas 3 – 6 SD diperoleh dengan cara mengkaji GBPP itu sebagai berikut.
1. Menginventarisasikan tujuan umum yang sesuai untuk pembelajran menulis fiksi dari program pengajaran setiap kelas.
2. Memilih pembelajaran yang sesuai dengan tujuan umum itu dari setiap caturwulan ;
3. Menentukan bahan pembelajaran yang akan dikembangkan dari pembelajaran tersebut di atas
Hasil pengkajian yang diperoleh dituangkan ke dalam bentuktabel sehingga mempermudah anda ketika membuat rencana pengajaran yang akan anda laksanakan. Model pengembangan bahan pembelajaran menulis fiksi berikut ini kiranya dapat anda gunkana sebagai acuan pada waktu anda mengembangkan bahan pembelajaran menulis fiksi untuk kelas tertentu.
Kls Tujuan Pembelajaran Bahan Pembelajaran menulis
1 2 3 4
3





4







5










6 Siswa mampu menulis cerita berdasarkan pengalaman sehari-hari

Siswa mampu membuat karangan / cerita berdsarkan pengalaman atau informasi dari bacaan

Siswa mampu menulis karangan secara runtut








Siswa mampu menyusun karangan dalam berbagai bentuk 1. Menjawab atau membuat teka-teki
2. Bermain peran
3. Melengkapi cerita dengan urutan yang logis dan bermakna

1. Melengkapi cerita
2. Menggunakan gambar seri untuk menuliskan cerita

1. Mengurutkan gambar seri yang diacak dan membuat ceritanya
2. Menuliskan pengalaman dalam bentuk puisi kemudian membacakannya
3. Menulis cerita
4. Menulis untuk majalah dinding
5. Membuat pantun dengan isi yang menyangkut kehidupan anak
6. Menyusun cerita bersama-sama
1. Melengkapi bagian awal, tengah atau akhir cerita
2. Mementaskan naskah drama Pantun

Drama
Cerpen/drama



Cerpen/drama
Cerpen/drama


Cerpen/drama


Puisi


Cerpen/drama
Puisi/cerpen/drama

Pantun


Cerpen/drama

Cerpen

Drama

Masih banyak lgi pembelajaran dan bahan pembelajaran menulis fiksi yang dpat Anda kembangkan sendiri. Hal itu dimungkinkan sebab pembelajaran aspek penggunaan dan pemahaman bahsa secara terpadu dapat dimulai dari mana saja, baik secara ekspresif maupun secara reseptif. Dengan demikian maka alur pembelajarannya mempunyai banyak variasil, misalnya :
1. Mendengarkan  menulis  berdiskusi
2. Mendengarkan  bercakap-cakap  menulis
3. Bercakap  menulis  membaca
4. Membaca  berdiskusi  memerankan
5. Menulis  melaporkan  membahas
Masih banyak lagi variasi yang dapat ada buat sendiri
Dengan memperhatikan alur di atas, pembelajaran menulis fiksi dapat diawali dengan mendegarkan cerita yang dibacakan guru, membaca cerita, bercakap-cakap, dan sebagainya. Dapat pula pembelajaran menulis fiksi diteruskan dengan mendengarkan pembacaan hasil karangan siswa, membicarakan atau menganalisis isi atau bahasanya, dan sebagainya.

1.2 Prinsip-prinsip Pembelajaran Menulis Fiksi
Prinsip-prinsip pembelajaran menulis fiksi harus diketahui guru agar dalam mengelola pembelajranya dapat berlangsung dengan baik sehingga siswa dapat belajar dengan penuh makna. Kebermaknaan belajar menulis fiksi bagi siswa merupakan modal dasar untuk menumbuhkembangkan sikap positifnya terhadap bahasa Indonesia sebagai bahsa nasional. Sikap seperti itu akan menubuhkan rasa bangga pada diri siswa terhadap bahsa persatuan dan kesatuan kita
Prinsip-prinsip pembelajaran menulis fiksi antara lain sebagai berikut
1. Tujuan
Pembelajaran menulis fiksi harus memiliki tujuan yang jelas. Kejelasan tujuan memungkinkan terciptanya suasana belajar yang menyengankan sehingga siswa dapat belajar secara otpimal dan terarah
Contoh :
Pak Yoto, guru kelas 4 SD Tanjung 3 akan melaksanakan pembelajaran menulis cerpen di kelasnya. Salah satu tujuan khusus pembelajran yang telah dirumuskannya seperti berikut : Setelah membaca cerpen, siswa kelas 4 SD dapat mengembngkan cerpen itu sesuai dengan rambu-rambu yang ditentukan oleh guru. Sebelum kegiatan dimulai, Pak Yoto memberitahukan bahwa pada jama pelajaran Bahasa Indonesia hari itussiswa akan diminta melengkapi atau mengembangkan sebuah cerpen yang tertulis di papan tulis. Setelah membaca, siswa diminta melanjutkan cerpen itu secara tertulis berdasarkan rambu-rambu yang telah ditulis Pak Guru di bagian bawah cerpen itu.
Dari cotoh di atas tampak bahwa seblum pembelajaran dimulai, guru terlebih dahulu menginformasikan kepada siswa tujuan yang ingin dicapai dari pembelajran itu dan bagiamana cara mencapainya

2. Pemilihan Bahasa
Bahsa pembelajaran menulis fiksi yang dipilih dan dikembangkan harus sesuai dengan karakteristik siswa. Adanya kesesuaian antara bahan pembelajaran menulis fiksi dengan karakteristik siswa, yang berkaitan dengan perkembangan jiwa dan kemampuan bahasanya seperti lingkungan hidupnya, merupakan kriteria yang harus digunakan sebagai pertimbangan guru pada waktu memilih dan mengembangkan bahan pembelajaran menulis fiksi. Dengan bahan yang sesuai siswa akan merasa senang belajar shingga mereka dapat memperoleh hasil belajar yang optimal. Tidak dapat dimungkiri bahwa anak berusia 6-9 tahu n(kelas 1-3 SD) sangat menykai cerita-cerita sederhana dari kehidupan sehari-hari, terutama yang lucu-lucu dan dongeng binatang anak beusia 9-12 tahun (kelas 4-6 SD) lebih menyukai cerita-cerita yang menggambarkan pahit manisnya hidup kekeluargaan yang dilukiskan secara lebih realistis, cerita-cerita fantasi (science fiction) dan cerita-cerita petualangan.
Selain memenuhi syarat kesesuaian dengan perkembangan jiwa, pemilihan dan pengembangan bahan pembelajaran menulis fiksi juga harus disesuaikan dengan kemampuan berbahsa anak. Kemampuan siswa SD dalam menggunakan bahsa sebagai sarana untuk mengungkapkan perasaannya masih terbatas. Penggunaan kata-kata yang telah mereka kenal dari lingkup hidupnya sehari-hari dan susunan kalimat yang mereka buat pendek-pendek.
Agar pembelajaran menulis fiksi dapat dilaksanakan secara terpadu dengan pembelajaran keterampilan berbahsa dan aspek-aspek kebahsaan lainnya, guru harus dapat memilih tema yang tepat sebagai alat pengaitnya. Dengan tema yang tepat alur pembelajarannya akan berlangsung dengan lancar. Perpindahan dari sekuen kegiatan yang satu ke sekuen kegiatan berikutnya tidak akan tersendat-sendat.
3. Penilaian
Penilaian dalam pembelajaran menulis fiksi bertujuan untuk memotivasi,bukan untuk menghakimi siswa. Penilaian terhadap karangna siswa sebaiknya berupa komentar untuk kekurangna dan pujian untuk kelebihan yang terdapat dalam karangan itu yang ditulis guru pada kertas pekerjaan siswa. Karangan yang sudah diperiksa, diberi komentar atau pujian dipasang di papan pajangan kelas. Siswa akan merasa bangga sebab di samping mendapat pujian, teman-teman lainnya ikut membaca karangannya. Sedangkan pengarang yang mendapat komentar terpacu semangatnya untuk memperbaiki diri sebab ia malu bial pada kesempatan berikutnya masih membuat kesalahan-kesalahan dalam karangannya. Persaingan dalam belajar yang sportif dan positif, dengan demikian, akan selalu terjadi antar siswa dalam kelas. Iklim belajar seperti inilah yang mampu membuat kelas menjadi hidup.
Anda dapat membayangkan, apa yang mungkin terjadi jika setiap kesalah yang terdapat dalam karangan siswa dicoret-coret tanpa komentar. Apapun dang langsung diberi nilai dengna angka. Tentu siswa tidak pernah tahu akan kekurangan atau kesalah dan kelebihannya. Akibatnya ia menganggap belajr menulis fiksi itu hanyalah sekeder tugas yang dibebankan oleh guru pada dirinya. Bagi siswa seperti ini, mengarang atau menulis merupakan pelajaran yang sangat membosankan

1.3 Contoh Fiksi Anak-anak
Agar pembelajaran menulis fiski menantang kreativitas siswa, guru perlu memiliki gambar yang jelas tentang apa dan bagiaman wujud pusi, cerpen, dan drama yang sekiranya sesuai untuk siswa SD.
Cermatilah contoh-contoh berikut ini!
1. Puisi
a. Pantun
Elok rupanya kumbang janti,
Dibawa itik pulang petang
Tidak berkata besar hati,
Melihat ibu sudah datang

Rawamangun jalan berliku,
Penuh onak makanan badak
Gelak tersenym rupa kakekku,
Melihat nenek duduk berbedak

Buah semangka buah duku
Buah belimbing manis rasanya
Binatang apa, wahai, temanku
Siang tidur, malam berkelana?

Gedang gendut
Tali kecapi.
Kenyang perut
Senanglah hati.

b. Puisi bebas
GIRILANGAN
Kulangkahakan kaki ini
Menyusuri jalan yang sepi
Menuju girilangan yang indah
Kau tampak asri dengan pohon-pohon

Bukit yang indah
Penuh dengna tubuhan yang subur
Membaut aku tambah cinta akan alam
Dan menyukuri keagungan tuhan

Oleh : R. Nyrtutiji /wubdy Jybtiri
SD Jkinoij, Banjarnegara
(Si Kuncung, Nomor 20, tahun 1986)

2. Cerpen
SEPATU BOLA
Aku senang seklai main bola. Tapi aku belum punya sepatu bola. Aku takut minta kepada Ayah. Aku tak ingin merepotkannya.
Pada suatu hari pak guru menyuruh murid-murid menggambar. Gambarnya boleh bebas. Aku menggambar sepatu bola. Di bawahnya kutulis “Aku ingin sepatu bola”
Setelah dinilaigambar itu, aku pulang. Besoknya, ketika aku pulang sekolah, di kamrku tampak sepasang sepatu bola. “Ah, punya siapa ini? Tanyaku dalam hati. Tiba-tiba ayah muncul di pintu sambilberkata, “Kau mengingikannya bukan?” Oh, kiranya ayah membaca gambarku kemarin malam.
Terima kasih ayah”. Ayah tersenym. Aku sangat gembira.


PERISTIWA

pada hari minggu saya bagun lebih pagi dari biasanya. ibu menyuruh saya mengantarkan barang dagangannya ke warung-warung. setelah mengantarkan dagangan ke warung Bu Saleh, saya hendak kewarung Bu Rakhamad. Ketika hampir sampai di warung Bu Rakhmat, saya meliaht seorang pengendara sepeda motor menabrak seorang anak. Pengendara sepeda motor itu tidak berhenti, sedangkan anak yang tertabrak tergeletak di jalan. Tanpa berpkir lagi saya segera meletakan dagangan dan berlari ke arah anak yang tergeletak itu.
Anak itu ternayta pingsan. Saya menjadi bingung. Untung ada sebuah mobil lewat. Saya segera menghentikannya. Saya ceritakan apa yang telah terjadi. Pemilik mobil itu berbaik hati. Anak itu segera dilarikan kerumah sakit. Saya pun diajaknya serta. Sepulang dari rumah sakit, hari sudah sore. Saya diantar mengambil barang dagangan dan segera pulang.
Semula ibu marah karena dagangan yang saya jajakan tidak habis terjual, padahal sore hari saya baru pulang. Tetapi akhirnya kemarahan ibu reda setelah saya menceritakan apa yang terjadi. Meskipun badan agak lelah, saya tetap membantu ibu membereskan pekerjaannya.

(Bahasa Indonesia 4 a Hlm. 13-14)

3. Drama
CUCI TANGAN DULU
Sinta, siswa kelas 3 SD, pulang dari sekolah. Andi, adiknya, siswa kelas 1 SD, sudah pulang duluan
SINTA : “ Assalamu’alaikum!”
IBU : “Wa’alaikum Salam”
SINTA : “Andi sudah pulang, Bu?”
IBU : “Sudah”
SINTA : (Berjalan meninggalkan ibunya, mencari adiknya di ruang makan). “Hai, belum ganti pakaian sudah mau makan. Ganti baju dan cuci tangan dulu, baru makan!”
ANDI : “Laper, Kak”.
SINTA : “Sama. Tapi, ayo ganti baju. Nati kotor. Besok mau dipakai lagi, kan”
ANDI : “Ya, deh. Tapi sama-sama, ayo” (lari kebelakang)
SINTA : “Ayo!” (lari mengikuti Andi)

MENYAPU HALAMAN
Suatu soer yang cerah. Budiman sedang asyik menyampu halaman depan rumahnya. Anton dan yusuf, temannya, datang
ANTON : “Wah, rajin benar teman kita yang satu ini. Berhenti sebentar, Budi!”
YUSUF : (Menimpali) “Nanti kalau terlalu bersih, besok tidak ada yang disampu lagi”
BUDIMAN : “Wah, jangan menyindir. Siapa lagi kalau bukan kita sendiri yang menjaga kebersihan? Bersih itu kan pangkal sehat”
ANTON : “Itu benar sekali. Tapi kan ada pembantu”.
YUSUF : (Menimpali) “kalau tinggal suruh dia, bud”
BUDIMAN : “Kita jangan selalu menggantungkan diri kepada pembantu. Kurang baik”
ANTON dan YUSUF : (menganggut-manggut)

B. Model-model Pembelajaran Menulis Fiksi
Sesuai dengan karakteristik siswa , pembelajaran menulis fiksi di kelas 3-6 SD masih mengikuti pola permainan. Para ahli, seprti Padgett, Georgia, Norton, Huck, dan Fairtax, Mengemukakan plla permainan dalam modle pembelajaran yang dicotohkannya. Serpti djoko Damono pun berpendpat bahwa menulis (mengarang) adalah bermain-main. Mereka tampkanya bersepakat bahwa menulis fiksi selayaknya menjadi bagian yang menyengangkan bagi anak-anak. Pembelajaran menulis fiksi, seperti yang dicatumkan dalam GBPP Bahasa Indonesia SD, mencakup penulisan puisi, cerpen dan drama. paparan tentang model-model pembelajran yang akan dilakukan berikuti ni pun akan dikaitkan dengan pembelajran ketiga jenis menulsi itu. Ada diharapkan dapat menentukan sendiri model yang sekiranya sesuai diterakan di kelas.
1.1 Model-model Pembelajaran Menulis Puisi
Model-model pembelajran menulis puisi yang disajikan ini merupkan cara-cara pembelajaran yang dapat diterapkan dalam mengajak para siswa mulai menulis puisi.
a. Menjadi Juru Hipnotis
Padgett mulai memikat peran siswanya dnegna cara bercerita tentang juru hipnotis sambil memerangakan beberapa jurusan hipnotis. Melalui contoh yang sederhana, ia mencoba menjelaskan bahwa seitap orang dapat menjadi juru hipnotis. Alat yang paling efektif untuk menghipnotis atau menguasi orang lain adalah kata. Ia mengatakan, “apakabila kalian dapat memilih kata yang tepat dan menyusun kalimat yang kena, kalian pun akan berhasil menguasi ornag lain”. Selanjutnya ia mengatkana bahwa kta yang tepat tidak berarti yang sudah didapat dan kalimat yang kena tidak sama dengan yang berbelit-belit.
Setelah melalui proeses yang hangat, yaitu beberapa orang siswa bercerita tentang pengalamannya menonton pertujukan hipnotis, akhirnya Padgett meninta supaya para siswa tenang. Ia akan menjelaskan sesuatu. Dengan sederhana dikatakannya bahwa menghipnotis orang itu boelh dikatakan sama dengan menulis puisi. “asal kalian berusha menyusun kata-kata yang tepat dan kaliamt yang kena, kalian pun akan dapat menghasilkan pusi yang memikat pembaca. Pungut beberapa kata yang bertebaran di sekeliling kita, susun dalam kalimat-kaliamt yang kena, jadikan sajak!” katanya. Kemudian ia meminta tiap siswa menulis sajak dalam waktu lima belas menit.
Dengan cara itu ternyata padgett berhasil mengajak para siswa menulis puisi. Setelah itu puisi-puisi cptaan siswa dibacakannya. Ia menujukkan perhatinnya kepada setiap sajak yang dibaca.
Dari ilustrasi di atas tampak bahwa pembelajaran menulis puisi berlangsung dengan santai, seperti sedang bermain-main. Sapardi Djoko Damono, seperti para ahli yang pendapatnya dikutip di atas, berpendapatbahwa bagian anak-anak, mengarang adalah bermain-main dan menulis puisi adalah kegiatan karang-mengarang yangsangat sederhana dan praktis. Mengarang juga termasuk permainan yang murah dan praktis. Mengarang dapat berlangsugn hanya dengna secaarik kertas dan pena. Oleh karena itu, kata sapardi Djoko Damono, “ Sekolah yang miskin pun akan mampu menyelenggarakannya”. (Sumardi, dkk., 1992).

b. Menulis Bersama
Menulis bersama dilaksanakan sebagai berikut.
a. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari dua orang.
b. Siswa pertama menulsikan judul dan baris pertama puisi.
Jumlah kata dalam setiap baris ditentukan terelbih dulu.
c. Kertas kerja siswa pertama diberikan kepada temannya.
d. Temannya membaca judul dan baris pertama puisi tadi, kemudian menulis baris kedua dengan jumlah kata yang sama, yang berhubungan dengan baris pertama itu.
e. Kertas diserahkan kembali kepada siswa pertama. Ia menulis baris ketiga, lalau menyerahkannya kembali kepada temannya itu. Bagitu seterusnya sampai sejumlah baris yang diinginkan selesai ditulis
f. Bacakan puisi di depan klas oleh salah seorang siswa dari kelompoknya.
Bagitulah menulis bersama itu berlangsung. Model pembelajaran seperti ini disebut juga “model pesta kata”. Penerapan model ini perlu ditunjang dengan suasana santai dan menyenangkan. Perlu diingat, sebelum siswa mulai menulis, perlu dinformasikan lebih dulu aturan-aturan yang harus diikuti.
c. Menulis Keinginan atau Harapan
Model penulisan puisi ini sangat mudah dilaksanakn sebab setiap siswa pasti memiliki keinginan atau harapan dalam hidupnya. Guru mengarahklan agar keinginan atau harapan siswa itu diungkapkan ke dalam puisi. Jika sudah selesai, siswa diminta untuk membcakannya di depan kelas. Berikan pujian untuk karya mereka. Pembicaraan dilakukan dengna hati-hati agar gairah menulis siswa tidak padam
d. Menulis Hal Aneh
Kegiatan pembelajaran modle ini mirip dengan model menuliskan keiginan atau harapan. bedanya, di dalam menuliskan hal aneh yang dibayangkan siswa adalah segala sesuatu yang aneh. dalam hal ini imajinasi siswa diperlukan. Guru perlu membantu mengembangkan imajinasi sswa misalnya sebagai berikut.
Anak-anak bagiaman kalau tipi ini (memperlihatkan sebuha topi) tiba-tiba menjadi besar dan dapat trbag? Nah, tulisakan yang kamu bayangkan itu dalam bentuk puisi. Kamu boelh saja membayangkan benda lain, bukan hanya topi saja. Benda itu tidak hanya dapt membesar, tetapi juga dapat berubah menjadi apa saja sesuai dengan keinginanmu.
Jika sudah selesai, bicarakan puisi mereka. Jangan lupa memberi pujian untuk karya mereka.
e. Menyusun nama sendiri
Merangsang menulis puisi dengancara ini akan mudah dan menyenangkan bagi siswa. Hal ini terjadi karena sumber tulsian sudah sangat mereka kenal, misalnya tentang diri sendiri, lingkungan atau keinginan mereka. Semua itu ditulis dengan menghadirkan nama siswa.
Ikutilah penjelasna guru berikut ini.
“anak-anak, kamu semua mempunyai nama, bukan? Dari namamu itu dapat ditulis sebuah puisi. Caranya susun kebawah huruf-hurf namamu. Setiap huruf jaikan kata, kemudian ikuti dengna kata lain. Tentukan judul yang sesuai. Perhatikan contohnya.
Guru menampilkan contoh berikut

Aku Ingin Berjasa
Aku anak desa
Namaku singkat sederhana
Ingin aku kelak dapat berjasa kepada negara

Seperti itulah puisi nama, anak-anak, kata pak guru. Siapa nama anak yang terdapat dalam pusi itu?
Ani, jawab seroang siswa
Ya benar, kata guru, “sekarang coba kamu baut pusisi seperti yang sudah Bapak contohkan
Bagitulah pembelajran menulis puisi nama itu berlangsung
f. Menyusun Puisi Abjad
Puisi abjad serupa dengan puisi nama. Abjad disusun ke bawah mulai dari A samap Z. tiap huruf merupakan awal baris atau larik puisi. tentu saja huruf yang diperlukan tidak harus samapi Z. hal itu bergantung kepada panjang pendeknya puisi yang disusun.
Contoh :
Aku Ining Jam
Aku ingin jam
Belikan aku sebuah jam
Cantik melinkar di tangaku
Dengan itu aku mengenal waktu

g. Mengamati Gambar
Model ini menggunaka nmedia gambar. Isi gambar dapat berupa apa saja : pemandangan, kegiatan (berkembah, bermain, bekerja, dan sebagainya), binatang, tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain. Cara pembelajarannya sebagai berikut.
Guru memperliahtkan gambar keapda siswa. Ajukan pertanyaan pertanyaan tentang gambar itu. Jawaban siswa akan beragam. Jangan disalahkan. Jika telalu jauh melencengnya, tanyakan kepada mereka tentang bagian gambar yang lebih menujukkan ciri kahsnya. Sesudah itu ajaklah mereka menulis puisi.
Guru : “setelah meliaht dan memperhatikan gambar tadi, mungkin kalian ingat akan sesuatu. Yang kalian ingat itu mungkin sesuatu yang kalian alami di masa lalu, mungkin baru akan kalian lakukan atau mungkin hanya kalian banyangkan. Nah, tuliskan itu kedalam bentuk puisi”

h. Membayangkan peristiwa
Hampir sama dengan model mengamati gambar, pada model membayangkan peristiwa ini tiak igunakan gambar sebagai perangsang. Model ini bentuk-bentuk menuntut keahlian guru dalam meberikan gambaran objek untuk merangsang imajinasi siswa. Kegiatannya dapat berlangsung sebagai berikut.
Guru : “ anak-anak, pada waktu ibu mengajar di … (sebut nama tempat), pada suatu hari Ibu bersepeda pergi kesekolah.jarak dari rumah ke sekolah kira-kira enam kilometer. Sekarang tutup matamu! Lihat apa yang terjadi pada waktu itu”
(sekitar lima menit siswa dibiarkan menutup matanya. Setelah itu guru meminta kepada para siswa untuk membuka kembali matanya)
“apa yang kamu liaht?
Siswa 1 : Ibu ngebut, takut terlambat
Siswa 2 : ibu berkeringat karena hari amat panas
Siswa 3 : ibu tejtuh. Pakaiannya kotor kena lupur karena habis hujan
Guru : Bagus! Sekarang tulisahah segala yang kamu lihat itu ke dalam bentuk puisi!
i. Memperkenalkan pengalaman baru
Memperkenalkan pengalaman baru dapat dialkukan, misalnya, dengan mengajak siswa kekebun binatang. Di kebun binatang siswa diajak mengamati binatang tertentu dengan segala perilakunya. Setelah itu mereka diajak menuliskan hasil temuannya itu kedalam bentuk puisi. mungkin tercipta puisi berikut
Gajah (1)
Gajah badanmu besar
Kulitmu kasar
Kupingmu lebar
Gajah jalanmu pelan
Beratkah kamu
Bawa belalai yang panjang itu?

Gajah (2)
Gajah,
Kamu pandai
Menangkap kacang dengan belalai
Gajah,
Kamu pandai
Mencuci rumput dengan belalai
Gajah,
Belalai panjang untuk apa?
Ternyata belalai sebagai tangan

j. Memperkenalkan puisi anak lain
Mengajak siswa mulai menulis puisi dapat dilakukan dengan cara mereka pusi yang ditulis anak lain. Atau puisi itu ditulis di papan tulis. Siswa diminta untuk membaca pusi itu tanpa bersuara (membaca dalam hati). Kemudian, seorang atau dua orang siswa diminta untuk membaca puisi itu dengan suara nyaring
Puisi yang dibaca siswa adalah sebagai beritkut
Cahaya Matahari
Kuning bersinar cemerlang
Perlahan menerpa lantai
Melewati sepenuh jendela
Terlukis bayang-bayang
Berbentuk aneh
Dikarpet dapur
Kira-kira dialog atnara guru dan siswa yang terjadi adalah sebagai berikut
Guru : Anak-anak puisi yang telah kaubaca itu ditulis oleh seorang anak seusiamu, apa judlnya?
Siswa : Cahya matahari
Guru : betul. Temanmu menulis puisi itu setelah ia melihat cahay matahari di dapur rumahnya yang berkarpet. Ia melihat bayang-bayang itu berbentukj aneh. Kmu pun pernah melihat cahay matahari bukan?
Guru : bagus. Sekarang tuliskanlah kedalam bentuk puisi Judulnya boleh sama dengan puisi yang telah kaubaca tadi, boleh tidak.”
Setelah selesai menulis, siswa diminta membaca puisinya secar bergantian. Sesekali guru mengomentari puisi itu.

1.2 Model-model pembelajaran menulis cerpen
Seperti halnya dengan modle pembelajaran menulis puisi, model pembelajaran menulis cerpen pun hanya merupakan alternatif-alternatif yang dapt diterapkan untuk membawa para siswa mulai menulis cerpen. Model-model yang dimaksudkan adalah sebagai berikut
1. Menceritakan gambar
Model ini hampir sama dengan model mengamati gambar pada pembelajaran menulis puisi. tetapi disini gambar tidak hanya satu, melainkan beberapa yang menujukkan urutan kronologis atu gambart seri. Misalnya, guru memperliahtkan empat gambar yang melukiskan perjalanan syuran dari kebun dampai ke meja makan. Siwa diminta mengamati gambar tersebut dengan teliti. Kmeudian, mereka diminta untuk menuliskannya ke dalam bentuk cerita yang pendek.
Berikut ini dialogn yang kira-kira dapat terjadi antara guru dengan siswa
Guru : anak-anak dari keempat gambar ini akan kita susun cerita supaya ceritanya hidup, perlu kamu beri pelku. Dalam gambar itu ada pak tanimk bukan?
Siswa : Ya, Pak
Guru : Pak tani boleh kau beri nama siap saja. Kamu juga beoleh memberi nama kapung tempat pak tani itu hidup
Menceritakan gambar dengan cara itu dilakukan di kelas empat ke atas. Jika diterapkan di kelas tiga cukup dengan cara sebagai berikut.
Siswa dimitna memperhatikan gambar itu dengan cermat. Kemudian mereka diminta untuk membaut dua kaliamt yang tepat untuk seitap gambar

2. Melanjutkan cerita lain
Model ini didahului dengan kegiatan membaca atau mendegarkan cerita yang diplih guru, misalnya ceita berikut ini

Murti Anak Rajin
Murit baru berumur sebelas tahun. Ia kelas empat SD Tanjung 3 Ia sudah terampil membantu ibunya bekerja di dapur.
Setiap hari murti bangun pukul lima pagi. Ia tahu bentul apa yang harus dikerjakannya sesudah bagun pagi. Membuka jendela dan menyapu lantai rumah serta halaman adalah pekerjaan yang bisa dilakukannya setiap pagi.
Selesai mandi dan berdandan, murti makan pagi. Menjelang berangkat sekolah, ia berpamitan dulu kepada ayah bundanya. Murti amat hormat kepada kedua orang tuanya itu. Ayah bundanya sangat sayang kepada murti.
Pembelajarannya adalah sebagai berikut.
Siswa diminta melajutkan cerita di atas, misalnya dengan rambu-rambu seperti berikut.
Lanjutan cerita “murti anak rajin” itu. Sebagai anak yang rajin, ceritakan keadaannya di sekolah :
- Kepatuhannya terhadap tata tertib sekolah
- Sikapnya yang suka menolong teman yang sedang mengalami kesulitan
- Murah senym dan pandai bergaul
- Guru dan teman sekelasnya amat sayang keapdanya

3. Menceritakan mimpi
Model menulis cerpen dengan cara menceritakan mimpi ini diasusmiskkan akan mudah dikerjakan siswa sebab semua anak pasti pernah mimpi. Guru perlu memberikan gambaran bahwa cerita mimpi itu dapat ditambah atau dikurangi suapay jelas alur ceritanya. Biarkan siswa menyusun cerita sesuai dengan keingiannya
4. Menceriakan Pengalaman
Pengalaman yang dicaritakan dapat beupa pengalaman sehari-hari atau pegalaman yang mereka laami pada waktu liburan sekolah, darmawisata, bermain dan sebagainya. Panduan yang diberikan guru adalah sebagai berikut.
“anak-anak, coba kamu ceritakan tentang perjalananmu dari rumah sampai kesekolah atau sebaliknya dari sekolah sampai kerumah. Dalam ceritamu itu termuat juga baiman kamu bertingkah laku selam perjalanamu itu. Mungkin kamu kesal karena temanmu telambat menjemput, mungkin kamu kesal karena temanumu terlambat menjemput, mungkin kamu membaca buku selam dalam perjalanan, mungkin kamu bercakap-cakap dengan temanmu. Jika kamu pulnag dari sekolah, kamu berjalan kaki mungkin kamu berhenti bercakap-cakap dengan temanmu. Jika kamu pulang dari sekolah, kamu berjalan kaki, mungkin kamu berhenti dalam perjalanan untuk bermain-main sebenatar, dan sebagainya. Dalam ceritamu dapat kamu lukiskan tentang kesedihan, kesenagnan, kelucuan yang kamu alami

5. Menceritakan cita-cita
Cita-cita merupakan hal yang diakrabi siswa. Setiap anak tentu mempunyai jawaban jika orang dewasa menanayakan tentang cita-citanya. Namun tanpa bimbingan guru, penulisan cerpen yang bersumber cita-cita ini tidak akan lancar. Mungkin siswa hanya akan menuliskan beberapa barisan kalimat saja, misalnya :

Cinta-Citakau
Jika sudah besar, aku ingi jadi Polwan, karena itu, sekarang aku giat belajar. Dengan dua baris kalimat itu, siswa tidak dapat melanjutkan ceritanya lagi. Untuk menghndari hal demikian, guru perlu memberikan bimbingan, misalnya sebagai berikut :
Guru : cita-cita, kamu punya cita-cita, bukan? Coba, tuti, apa cita-citamu?
Tuti : Jadi peragawati, pak
Guru : bagus, mengapa kamu ingin jadi perawati?
Tuti : sebab perawati itu terkenal. Dapat mengenakan baju-baju bagus dan dapat banyak uang
Guru : dari mana kamu tahu perawati itu seperti yang akmu katakan?
Tuti : dari televisi dan majalah, pak
Guru : bagus! Tuliskan cita-citamu itu. Yang harus ada dalam cita seperti itu, (3) sejak kapan kamu bercita-cita seprti itu (4) bagaiman kamu akan mencapai cita-citamu itu, dan (5) apa yang akan kamu lakukan jika cita-citamu tercapai”

1.3 Model- model Pembelajaran Menulis Drama
Menulis drama jarang diajarkan di sekolah, lebih-lebih di SD. Padahal dalam kesehariannya anak-anak sering bermain darama. Perhatikan, anak TK yang sedang bermain. Ia pandai bermonolog. Ia sendiri jadi pengarang, sutradara, sekaligus juga jadi pemainnya. Tidak ada yang mengajari se ara formal, anak-anak umumnya mampu “mengarang” cerita untuk diperankannya sendiri. Ia dapat berperan sebagai seorang pedagang dan sekaligus sebagai pembeli dalam permainan jual-jualan yang dilakukian seidiri di belakang rumah. Hal itu menujukkan bahwa anak-anak sebetulnya memiliki naluri berdrama. Dengan demikian, menulis drama bagi anak-anak bukan merupakan hal yang sudah asalkan orang dewasa mau mengajaknya dengan cara yang baik dan menyenangkan.
Berikut ini akan dipaparkan beberapa model pembelajaran menulis drama yang dapat anda terapkan di kelas Anda.
1. Mengisi dialog patonim
Model ini diawali dengan kegiatan siswa menonton pantonim yang dilakukan oleh seorang siswa dari kelas itu sendiri. Dikelas 1 dan 2 siswa pernah melakukan pantonom dengan cara mniru perilakunya. Perilaku nyata yang mereka pantomimkan adalah prilaku yang sering mereka lihat, yang telah mereka akrabi. Jadi, kriteria sesuai dengan lingkungan harus senantiasa dieprhatikan guru. Selanjutnya, setelah menonton pantomim, siswa diminta menuliskan percakapan yang sekiranya tepat untuk gerakan pantomim itu.
Sekiranya masih ada waktu, mereka diminta melengkapi dialog tersebut dengan petunjuk lak, busana, latar dan sebagainya, sehingga menjadi naskah sederhana yang lengkap.
2. Mencatat dialog sosiodrama
Sosiodrama juga sudah dilakukan di kelas rendah. Pada saat itu siswa hanya memerankan saja tanpa mencatat dialognya. Dalam pembelajaran dengan model ini siswa diminta mencatat atau merekam dialog yang diucapkan temannya. Untuk itu kegiatan pembelajarannya dilakkan dalam kelompok. Siswa berbagi tugas, siapa yang bersosiodrama dan siapa yang mencatat atau merekam dialog yang diucapkan temanna. Kegiatan selanjutnya melengkapi dialog tersebut dengan unsur-unsur lain, seperti yang dilakukan dalam menulis drama melalui menonton pantomim. Kegiatan ini dapat dilakukan di rumah. Hasil pekerjaan mereka kemudian dibacarakan bersama. Setiap siswa mendapat peran sesuai dengan pembagian yang telah mereka tetapkan.
3. Mencatat dialog tentang suatu benda
Kegiatan yang dilakukan hampir sama dengan kegiatan pembelajaran dalam kedua model terdahulu. Dalam model ini dialog dirangsang dengan menggunakan suatu benda yang diambil dari lingkungan sekitar. Benda itu dapat berupa ranting, daun, bunga, bat atau apa saja yang dapat diperoleh dengan mudah. Caranya, pertama mintalah dua orang siswa atau lebih tampil ke depan kelas setelah terlebih dulu Anda perlihatkan kepada mereka suatu benda. Biarkan mereka ertanya jawab tentang benda itu. Mungkin dialog yang terjadi apa adanya sesuai dengan tanggapan mereka, misalnya:
Siswa 1 : “Bawa apa itu?”
Siswa 2 : “Bunga”
Siswa 1 : “Dari mana kaudapat?”
Siswa 2 : “Kupetik di pinggir jalan”
Siswa 1 : “Kamu, mencuri ya?”
Siswa 2 : “Tidak, bunga itu tumbuh liar”
Siswa 1 : “Untuk apa bunga itu?”
Siswa 2 : “Kutaruh dalam vas untuk penghias kamarku”
Sampai disitu saja sudah bagus, bukan? Siswa sudah dapat berdialog. Bila ingin dialog itu berkembang, anda perlu menempuh cara kedua, yaitu merangsang timbulnya daya fantasi siswa, misalnya anda mengatakan demikian: “Anak-anak, ibu punya bunga yang ibu petik dari halaman rumah. Kamu semua dapat membayangkan bunga itu dipetik dimana, oleh siapa dan untuk apa. Kamu boleh berkhayal tentang apa saja tentang bunga ini. Misalnya kamu boleh berkhayal tentang bunga obat yang dapat mengobati putri raja atau pangeran dari suatu kerajaan. Putri raja atau pangeran itu boleh kaubari nama siapa saja. Coba kaubuat cerita tentang hal itu dalam bentuk dialog!”
Dengan cara seperti itu, fantasi siswa akan terangsang sehingga mereka tergerak menyusun dialog yang lebih imajinatif lagi. Setelah selesai, bacakan dialog yang mereka susun di depan kelas. Selanjutnya, pembacaan naskah dilakukan oleh beberap orang siswa sesuai dengan peran yang ada, pemilihan pembaca dilakukan oleh si penulis dialog.
4. Menulis dialog boneka
Pembelajaran menulis drama melalui boneka ini hampir sama kegiatannya dengan kegiatan dari model mencatat dialog tentang suatu benda. Di sini benda itu diganti dengan boneka. Boneka yang dijadikan sebagai perangsang lahirnya dialog dapat berjumlah beberapa buah. Dialog yang dihasilkan dapat berupa dialog beberapa orang siswa tentang boneka atau dialog bagi setiap boneka yang akan dimainkan. Selain itu, dialog yang dihasilkan dpat berupa dialog nyata atau dialog fantasi.
5. Menulis dialog topeng
Pembelajaran menulis dialog topeng, sama kegiatannya dengan model pembelajaran menulis dialog dengan menggunakan benda atau boneka. Siswa diminta mengamati topeng-topeng yang ada. Kemudian menyimpulkan karakter atau watak topeng-topeng itu. Selanjutnya, kegiatan dapat berjalan melalui dua cara. Cara pertama dengan memerankan terlebih dulu dan kedua langung menulis dialog untuk setiap topeng.
Kedua cara itu dapat ditempuh bersama-sama sesuai dengan kondisi kelas dan pertimbangan lainnya. Yang penitng siswa dapat bermain, bersenang-senang, dan menghasilkan tulisan berupa naskah drama.
Beberapa model pembelajaran menulis fiksi yang dapat digunakan untuk kelas 3-6 SD telah Anda pelajari. Model-model itu sebenarnya hanya sebagai perangsang awal untuk mengajak siswa mulai menulis fiksi. Jika mereka sudah mampu, anda dapat mengajaknya tanpa bantuan benda, boneka atau topeng dalam pembelajaran menulis fiksi selanjutnya.


BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan
Pembelajaran menulis fiksi mencakup penulis puisi. Cerpen dan drama. Agar dalam diri siswa tubuh sikap positif tehadap pembelajaran menulis fiksi, penilaian yang diberikan guru harus dapat membuat suasana belajar yang kompetitif dalam kelas.
Penggunaan model-model pembelajaran menulis fiksi diperlukan untuk mengajak siswa muali menulis fiksi.

b. Saran
Sebagai penerus bangsa rajin-rajin lah belajar dan tuntutlah ilmu setinggi mungkin. Selalu bersemangat dan tanamkan pada diri anda bahwa :
“saya pasti bisa jika saya pkir saya bisa”


DAFTAR PUSTAKA

Calkins, Lucy McCormick. 1989. The art of teaching Writing. Portsmounth : Heinemann
Dikdasmen. 1993. Kurikulum Pendidikan Dsar : Garis-Garis Besar rogram pengajaran (GBPP) Bahasa Indonesia sekolah dasar. Jakarta : Depdikbud.